Organisasi Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) adalah gerakan masyarakat bersama untuk memperjuangkan keberagaman, toleransi, kemajuan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Sejalan dengan cita-cita itu, PIS berupaya untuk mengajak seluruh masyarakat sipil untuk merawat keberagaman tersebut.

Menurut ketua PIS, Ade Armando, menyatakan optimistis untuk memperjuangkan keberagaman, toleransi, kemajuan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia di-support banyak orang. Ia optimistis bangsa ini akan baik-baik saja. Meskipun kemudian ia juga menekankan bahwa kondisi baik-baik saja itu tidak berlangsung terus-menerus. Sebab ada banyak ancaman yang akan mengganggunya.

“Tapi kondisi kita tidak sedang baik-baik saja. Kalau kita tidak melakukan sesuatu, kita akan kehilangan semuanya,” kata Ade dalam acara peluncuran PIS, pada Rabu (23/03).

Baca Juga:  Kapolda NTT Dimutasi ke Mabes Polri

Lebih jauh, Ade mengisahkan perjalanan Indonesia yang awalnya diragukan akan mampu bertahan, mengingat begitu majemuknya bangsa ini. Ade merujuk satu tulisan yang berjudul ‘Will Indonesia be Balkanized?’ yang dimuat di Washington Post pada Juni 1998.

Ade juga menegaskan mengenai struktur utama yang membentuk bangsa itu bukan hanya berbentuk fisik, yaitu manusia dan wilayahnya, tapi ada dibentuk juga oleh imajinasi. Dan di sepanjang perjalanan itu, ada juga pertarungan imajinasi masing-masing pihak.

“Sejak awal Indonesia berdiri sudah diganggu oleh pikiran yang mengatakan Indonesia harus punya pengecualian untuk umat Islam,” kata Ade sambil menampilkan Piagam Jakarta di layar besar yang menjadi latar belakangnya. “Untung founding father kita menyatakan tidak.”

Baca Juga:  Prabowo Klaim Indonesia Siap Terima 1.000 Pasien dan Anak Palestina Terdampak Konflik Gaza

Kemudian Ade juga menegaskan perihal kondisi Indonesia di era Orde Baru yang otoriter. Di bawah pemerintahan otoriter itu tidak ada kelompok tertentu yang menekan kelompok yang lain. Namun, ketika era itu jatuh, gelombang demokratisasi meluas, terbukti bangunan kebangsaan yang terlihat baik-baik saja itu menunjukan kondisi yang sebenarnya.

Pada 1998 terjadi penjarahan dan kekerasan terhadap etnis Tionghoa. Selain itu kemudian ada tragedi Ambon, Poso, Cikeusik, dan Sampang. Selain itu masih ada ancaman terorisme yang mengintai siang dan malam.