Petrus juga mengkritik kondisi KPK yang terpuruk akibat perilaku menyimpang sejumlah oknum penyidik dalam penanganan kasus korupsi tertentu.
Sebagai tokoh reformis yang melahirkan KPK, kata dia, Megawati merasa bertanggung jawab untuk mengingatkan dan mengoreksi KPK agar kembali ke kondisi idealnya.
Di sisi lain, tambah Petrus, KPK telah kehilangan independensinya karena intervensi politik yang diakibatkan oleh perubahan UU No. 19 Tahun 2019, yang membuka pintu bagi intervensi eksternal terhadap penyelidik, penyidik, dan penuntut umum KPK.
“Realitas kondisi KPK terpuruk inilah yang tidak diinginkan Ibu Megawati sebagai tokoh reformis yang melahirkan KPK dengan segala kedigdayaan dan kewibawaanya,” ungkap Petrus.
Menurut Petrus Selestinus, penanganan kasus dugaan korupsi Harun Masiku menjadi contoh buruk kinerja KPK, terutama menjelang akhir pemerintahan Presiden Jokowi.
KPK memanggil Hasto sebagai saksi pada 10 Juni 2024, meskipun kasus Harun Masiku telah mandek selama empat tahun. Hal ini menimbulkan dugaan adanya intervensi politik dalam penanganan kasus tersebut.
“Perilaku AKBP Rossa Purbo Bekti dkk, ketika memeriksa saksi Hasto, kemudian melebar secara liar dan menyasar ke Kusnadi Staf Hasto, dengan beberapa perilaku Rossa Purbo Bekti dkk, yang tidak pantas terhadap Hasto dan stafnya Kusnadi, diduga sebagai tindakan yang melanggar hukum, tidak profesional dan sewenang-wenang,” pungkas Petrus Selestinus.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.