“Kalau kita cek nilai tukar kurs Dolar terhadap Rupiah per hari ini sudah di angka Rp15.700-an. Nah, dalam usulan BPIH kita gunakan asumsi Rp16.000 karena kurs memang sifatnya sangat fluktuatif,” ungkapnya.

Hilman menambahkan bahwa dalam skema Panja, hal ini akan dibahas bersama dengan ahli keuangan untuk menentukan kurs yang paling tepat dalam asumsi biaya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Selisih kurs ini, kata Hilman, berdampak pada kenaikan biaya layanan yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis. Pertama, layanan yang harganya tetap atau sama dengan tahun 2023. Kenaikan dalam usulan BPIH 2024 terjadi karena adanya perbedaan kurs.

“Misalnya, transportasi bus salawat. Kami mengusulkan biaya penyediaan transportasi bus salawat tahun ini sama dengan 2023, sebesar SAR146. Tapi asumsi nilai kursnya berbeda. Sehingga ada kenaikan dalam usulan,” sebut Hilman.

Kedua, layanan yang mengalami peningkatan harga dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terjadi karena ada kenaikan harga dan selisih kurs, seperti contohnya akomodasi di Madinah dan Makkah.

“Pada 2023, sewa hotel di Madinah rata-rata SAR1.373, tahun ini kita usulkan SAR1.454. Demikian juga di Makkah, ada kenaikan usulan dari tahun sebelumnya,” ujar Hilman.

Ketiga, layanan yang mengalami peningkatan harga dan penambahan volume. Kenaikan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terjadi karena ada selisih harga, penambahan volume, dan juga selisih kurs.

Sebagai contoh, konsumsi di Makkah pada tahun sebelumnya disepakati dengan Komisi VIII DPR hanya sebanyak 44 kali makan, meskipun pada akhirnya dapat disesuaikan menjadi 66 kali makan.

“Tahun ini, kami usulkan layanan konsumsi di Makkah menjadi 84 kali makan, dengan rincian 3 kali makan selama 28 hari. Sehingga ada selisih volume. Harga konsumsi per satu kali makan pada tahun lalu dibanding tahun ini juga naik. Kenaikan bertambah seiring adanya perbedaan kurs,” tegas Hilman.

Hilman menegaskan bahwa usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2024 masih akan menjadi objek pembahasan bersama Panja yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan DPR. Panja akan mengadakan serangkaian rapat, termasuk rapat yang membahas asumsi kurs yang dianggap paling ideal. Selain itu, Panja juga akan melakukan pengecekan terhadap harga layanan, baik di dalam negeri maupun di Saudi Arabia.

Usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 mencakup sejumlah komponen layanan, termasuk biaya penerbangan, pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, pelayanan transportasi, pelayanan di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armuzna), pelindungan, pelayanan di embarkasi atau debarkasi, pelayanan keimigrasian, premi asuransi dan pelindungan lainnya, dokumen perjalanan, biaya hidup, pembinaan jemaah haji di Tanah Air dan di Arab Saudi, pelayanan umum di dalam negeri dan di Arab Saudi, serta pengelolaan BPIH. Hilman memperkirakan bahwa proses pembahasan di Panja BPIH ini akan berlangsung sekitar satu atau dua bulan.

“Jadi berapa biaya haji 2024, masih menunggu hasil kerja Panja yang akan dibawa ke Rapat Kerja Komisi VIII DPR. Nantinya akan disepakati juga berapa biaya yang harus dibayar jemaah dan berapa yang bersumber dari nilai manfaat,” ungkapnya.

Menurut Hilman, pada tahun lalu, jemaah haji membayar rata-rata sebesar Rp49.812.700,26. Ia berharap agar pemerintah dan DPR dapat merumuskan solusi terbaik bagi jemaah haji Indonesia dalam menentukan jumlah pembayaran untuk tahun ini.