Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan sepakat jika Indonesia harus memandang konteks-konteks perbedaan. Namun demikian, dalam memandang kebangsaan, kata Yaqut, tidak boleh ada perbedaan.

Hal ini ditegaskan Menag Yaqut saat menjawab permintaan anggota Komisi VIII DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori dalam rapat kerja di DPR, Senayan, Rabu (2/6).

“Saya setuju bahwa Indonesia ini harus ada konteks-konteks perbedaan. Saya setuju, Pak. Tetapi dalam memandang kebangsaan, tidak boleh ada perbedaan. Harus sama. Merah Putih, Indonesia Raya, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika. Tidak ada lagi alternatif di luar itu. NKRI harga mati, Pak,” kata Yaqut.

Penegasan Yaqut ini bermula dari pernyataan Bukhori yang mengapresiasi program revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA) oleh Kementerian Agama. Menurut Bukhori, revitalisasi seharusnya tidak hanya urusan fisik, tapi pemberdayaan sumber daya manusianya.

Baca Juga:  Benarkah Prabowo Subianto Kabur ke Luar Negeri?

Menurut Bukhori, KUA harus menjadi tempat bertemunya elemen masyarakat, termasuk dalam urusan menyelesaikan konflik-konflik di tengah masyarakat.

“Jangan sampai kemudian cara-cara kita menyelesaikan problem masyarakat yang karena salah paham itu, dengan cara-cara yang sangat berbahaya. Contoh melakukan tes kebangsaan. Saya kira ini berbahaya sekali. Ini akan men split masyarakat. Bahwa konteks perbedaan itu mesti ada. Karena itu, tempatnya ada di KUA,” ujar Bukhori kepada Menag Yaqut.

“Supaya KUA itu bisa, makanya diberdayakan. Dengan negara sebagai dasarnya adalah agama, itu kemudian mampu menjembatani, mampu menjadi instrumen yang bisa membuat situasi kondusif,” sambungnya.

Menjawab itu, Menag Yaqut mengatakan revitalisasi KUA memang tidak hanya melulu fisik.
 
“Fisik hanya salah satu dari yang kami revitalisasi. Termasuk di dalamnya revitalisasi hardware dan software. Software itu termasuk didalamnya manusia. Kita akan memberikan tambahan-tambahan kapasitas. Ketika memberikan pelayanan pada masyarakat, mereka mampu tidak hanya menjalankan fungsi KUA (sebagai) kantor urusan asmara. Jadi KUA itu kantor urusan agama. Urusan agama itu banyak sekali, termasuk mengelola banyak perbedaan,” kata Menag Yaqut.

Baca Juga:  DPR Minta Pemerintah Atasi Kelangkaan Masker di NTT

Yaqut menegaskan bahwa dirinya sepakat adanya perbedaan-perbedaan dalam konteks agama, suku dan budaya. Namun, dalam memandang kebangsaan, harus tetap didasari oleh landasan-landasan kebangsaan yang sudah ditetapkan para pendiri bangsa.

“Kalau pandangan-pandangan perbedaan suku, agama, monggo, ini Indonesia. Tetapi kalau memandang kebangsaan, tidak boleh ada tawar menawar di situ. Sebagaimana konsensus yang disepakati para founding fathers. Dengan begitu tidak ada yang menyalahi kesepakatan kebangsaan kita. Sehingga negara kita tetap utuh dengan perbedaan-perbedaan yang ada,” pungkasnya.