“Bisa saja pertemuan Puan-AHY membuka ruang berkoalisi pada Pilpres 2024. PDIP misalnya menawarkan cawapres bagi AHY,” kata Jamiluddin.

Dia mengatakan peluang itu bisa terjadi karena PDIP berkepentingan untuk membendung laju elektabilitas Prabowo Subianto. Ganjar diperkirakan tak mampu membendung Prabowo.

“[Penyebab kedua] Bila Nasdem, Demokrat, dan PKS tetap tidak sepakat pendamping Anies Baswedan. Sebab, sampai saat ini tiga partai ini tampaknya tetap berharap pendamping Anies dari partainya,” tukas dia.

Menurutnya, Nasdem menginginkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa sebagai pendamping Anies. Sementara Demokrat mencalonkan Ketua Umumnya AHY.

“Sementara PKS ingin menjadikan kadernya Aher [Ahmad Heryawan] sebagai cawapres,” ucapnya.

Ia mengatakan hal itu terjadi karena perolehan kursi tiga partai itu pada Pileg 2019 relatif seimbang. Tiga partai tersebut merasa sama-sama punya hak untuk menjadikan kandidatnya sebagai pendamping Anies.

Padahal, lanjut dia, realitas kekuatan tiga partai itu belakangan ini mulai berubah. Hal itu dapat dilihat dari elektabilitas ketiga partai tersebut yang dirilis lembaga survei yang kredibel. Elektabilitas Partai Demokrat lebih tinggi daripada Nasdem dan PKS.

Hal yang sama, kata dia, juga terlihat dari elektabilitas AHY, Khofifah, dan Aher. Elektabilitas AHY lebih tinggi ketimbang Khofifah dan Aher.

“Jadi, dilihat dari sisi itu, masuk akal kalau Demokrat menginginkan AHY menjadi pendamping Anies. Logika politik tentu membenarkan hal itu,” kata Jamiluddin.

Oleh karena itu, menurutnya, kalau Nasdem dan PKS tetap tidak mau melihat realitas itu, tentu wajar saja kalau Demokrat mengevaluasi keberadaannya di KPP. Bahkan peluang menarik diri dari KPP sangat terbuka.

Pasalya, peluang itu sangat terbuka karena ada tawaran dari PDIP untuk saling membuka diri. Godaan PDIP bisa diterima Demokrat bila Nasdem dan PKS tetap pada pendiriannya.

“Jadi, bubar tidaknya KPP bolanya ada di Nasdem dan PKS. Kalau dua partai ini realistis dan mau menerima AHY menjadi cawapresnya Anies, maka KPP akan eksis dan berpeluang menang pada Pilpres 2024. Sebaliknya, KPP akan bubar, dan Anies akan gagal menjadi capares,” pungkas Jamiluddin.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan Koalisi Perubahan akan bubar jika Demokrat melakukan kerja sama politik dengan PDIP. Di sisi lain, kata dia, tergantung siapa cawapres Anies Baswedan.

“Kalau cawapresnya itu adalah AHY, maka koalisi perubahan akan solid. Tetapi kalau AHY bukan cawapres Anies kelihatannya Demokrat akan goyang, akan bermain ke sana-sini untuk mencari bergaining agar AHY dijadikan cawapres,” kata Ujang saat dihubungi Tajukflores.com, Senin.

Ia memandang kemesraan Demokrat dan PDIP hanya sebatas kepentingan Saja. Ujang menyakini hubungan itu tidak sungguh-sungguh.

“Karena enggak mungkin juga diberi ruang untuk menjadi cawapres Ganjar. Karena kalau AHY diberi ruang untuk menjadi cawapres Ganjar sama saja memberi kekuasaan kepada lawan politik dan itu bisa berbahaya bagi PDIP ke depan,” ucap Ujang.

Ujang mengatakan ketika misalkan AHY menjadi cawapres Ganjar dan bisa menang, hal itu menjadi sebuah ancaman bagi PDIP ke depan.

“Karena AHY bisa maju sebagai capres di 2029. Jadi, tidak mungkin memberi ruang kepada AHY untuk menjadi cawapres hanya kemesraan yang pragmatis kepentingan sementara Saja. Tidak sungguh-sungguh berkoalisi,” kata Ujang.

Ia mengatakan kemesraan Demokrat dan PDIP itu hanya hubungan komunikasi menjelang pilpres saja. Sebab, lanjut dia, saat ini kepentingan partai masih bias.

“Nanti baru akan kelihatan mengerucut ketika kepentingannya sama. Kepentingan sama akan berkoalisi, berbeda akan menjadi lawan,” tutur Ujang.

Saat ini, kata Ujang, politik masih cair dan dinamis, sehingga semua parpol masih bisa bertemu satu sama lain, baik partai koalisi maupun oposisi.

“Demokrat dikasih ruang gak akan anteng, nyaman, tetapi cawapres tidak menjadi cawapres akan bergoyang-goyang sana sini paling tidak tetap di koalisi perubahan, tetapi tidak nyaman, bisa saja akan tidak bergerak untuk pemenangan Pilpres 2024 dan hanya untuk bergerak pilegnya saja,” pungkas Ujang Komarudin.