Tajukflores.com – Tradisi ‘Roko Molas Poco’ adalah salah satu tradisi adat yang sangat penting dan dihormati di kalangan masyarakat Manggarai di wilayah Flores Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Tradisi ini berkaitan dengan pembangunan rumah adat, yang juga dikenal sebagai “Mbaru Gendang.”
Roko Molas Poco merupakan ritus memikul (roko) tiang utama (siri bongkok) yang disimbolkan sebagai gadis cantik (molas) yang datang dari gunung (poco) lalu dijemput di gerbang kampung (pa’ang) untuk selanjutnya diarak masuk ke lokasi pembangunan rumah adat (gendang).
Dengan demikian, Roko Molas Poco adalah langkah awal dalam proses pembangunan rumah adat Manggarai.
Cerita Roko Molas Poco
Tradisi Roko Molas Poco didasarkan pada cerita adat atau sastra lisan yang disampaikan secara turun-temurun melalui bahasa tutur. Cerita ini bercerita tentang seorang gadis yang tinggal di hutan yang subur dan elok.
Gadis ini sangat cantik, dan pesonanya menyebar ke seluruh wilayah Manggarai. Seorang pemuda datang untuk meminang gadis tersebut, tetapi gadis ini tidak menerima lamarannya begitu saja.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi pemuda tersebut, termasuk menyediakan dua dayang yang akan menemani gadis tersebut di istana dan kelak menggantikan posisinya di dalam hutan.
Seluruh masyarakat juga harus ikut dalam upacara penjemputan yang dihadiri oleh seluruh warga secara gotong royong. Penjemputan itu diiringi dengan tarian, nyanyian, dan aneka tetabuhan.
Setelah menjadi istri, gadis tersebut juga harus ditempatkan dalam rumah utama yang dihormati sebagai istri dan ibu suri.
Prosesi Roko Molas Poco
Tradisi Roko Molas Poco melibatkan ritus pengangkatan tiang utama (siri bongkok) yang melambangkan seorang gadis cantik (molas) yang berasal dari gunung atau hutan (poco).
Siri Bongkok adalah tiang utama yang berdiri tegak lurus di tengah bangunan rumah adat Manggarai, membentang dari tanah hingga bubungan rumah. Peranannya adalah menghubungkan ketiga ruangan dalam rumah adat Manggarai, yaitu ngaung, lutur, dan lobo.
Proses pemotongan pohon ini melibatkan upacara adat, seperti pembacaan doa dan mantra kepada roh untuk memohon keselamatan dan persetujuan. Setelah pemotongan pohon, dua pohon benih baru ditanam sebagai penggantinya.
Kayu yang dipilih dari hutan akan menjadi siri bongkok, yaitu tiang penyangga utama dalam rumah adat Manggarai. Siri bongkok ini memiliki peran penting dalam rumah adat, karena ia menghubungkan ketiga ruangan dalam rumah adat: ngaung, lutur, dan lobo. Tiang ini memiliki makna dan nilai supranatural yang sangat penting.
Tradisi Roko Molas Poco saat ini sering diiringi oleh nyanyian, tarian, dan musik tetabuhan (gong dan gendang). Ia juga menunjukkan penghargaan dan penghormatan terhadap perempuan sebagai simbol kelembutan, kekuatan, dan tempat pemecahan masalah dalam masyarakat Manggarai.
Siri bongkok melambangkan “pribadi” yang menjadi perantara antara manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan lingkungannya, dan manusia dengan wujud Tertinggi.
Oleh karena itu, siri bongkok bukan hanya dianggap sebagai benda mati atau sebatang kayu biasa. Ia diinterpretasikan sebagai simbol kehadiran “Ibu” yang tinggal dan berada di tengah-tengah masyarakat Manggarai.
Nilai Kearifan Lokal dalam Tradisi Roko Molas Poco
Berdasarkan kajian sosio-kultur tentang cerita Roko Molas Poco, budaya adat Manggarai dengan tegas menempatkan perempuan sebagai “Ibu” yang diberi penghormatan dan hormat.
Siri bongkok, dalam konteks tradisi Roko Molas Poco, mencerminkan dua aspek utama dalam kehidupan orang Manggarai. Pertama, ia adalah simbol kecantikan dan kelembutan, sementara yang kedua adalah simbol keberanian dan ketegaran.
Kombinasi ini menjadikan siri bongkok, tiang utama dalam rumah adat Manggarai, memiliki tingkat kesakralan yang sangat tinggi dan dihormati oleh seluruh masyarakat.
Proses pemotongan kayu dari hutan yang mirip dengan cerita adat Roko Molas Poco di atas diawali dengan sebuah upacara. Upacara ini melibatkan pembacaan doa-doa permohonan keselamatan kepada Tuhan dan mantra kepada para roh agar mereka tidak mengganggu tradisi adat Manggarai.
Selanjutnya, upacara ini juga melibatkan pemberian sesaji dan penanaman dua pohon sebagai gantinya. Setelah upacara selesai, kayu-kayu tersebut dibawa bersama oleh warga ke lokasi pembangunan rumah adat.
Selama proses pemindahan kayu-kayu tersebut, terdapat nyanyian, tarian, dan musik tetabuhan yang memberikan semangat dan dorongan kepada para pelaksana.
Masyarakat Manggarai percaya bahwa bekerja dengan suka cita adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan yang maha kuasa. Dengan semangat ini, pekerjaan yang mungkin terasa berat menjadi lebih ringan.
Seorang gadis cantik duduk di atas kayu yang dipikul bersama, dan dia dianggap sebagai simbol “Ibu” yang menjadi tiang utama, yang dikenal dengan nama siri bongkok, dalam rumah adat.
Kayu ini memiliki nilai sakral sebagai tempat berkumpulnya warga dan para petinggi masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah. Dengan demikian, siri bongkok bukan hanya sebuah kayu tetapi juga simbol kehadiran “Ibu” yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat Manggarai.
Sumber
1. “Roko Molas Poco” Tradisi Membangun Suku Manggarai Dalam Upaya Pelestarian Artefak Adat
2. Tradisi Roko Molas Poco dalam Hubungannya dengan Penghargaan terhadap Martabat Perempuan Manggarai