Labuan Bajo – Geliat malam di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat beberapa waktu lalu tidak jauh berbeda dari hari-hari biasa. Hilir mudik bule (wisatawan) sudah menjadi pemandangan biasa.

Labuan Bajo, kota pariwisata kecil yang masih berkembang dengan ragam investasi perhotelan, makanan, tour/jasa perjalanan, dan infarstruktur ini mulai “tidak tidur”, sebagaimana kota besar seperti Bali dan sebagainya.

Namun, yang acapkali tidak tampak kasat mata adalah perkembangan praktik bisnis prostitusi di Labuan Bajo, baik yang secara resmi dilokalisasir maupun yang dilakukan diam-diam.

Apa Modusnya?

Tim Tajukflores.com mencoba melakukan penelusuran terkait geliat bisnis prostitusi di Labuan Bajo. Setidaknya ada berapa modus wisata seks yang diamati tim.

Pertama, bisnis prostitusi acapkali dilakukan menempel di kafe remang-remang. Biasanya tetamu tidak hanya dilayani dengan minuman dan lagu-lagu karaoke, melainkan juga ada beberapa oknum yang melayani jasa menginap.

Sebut saja, Putri (21), wanita asal Pulau Jawa, yang mengaku baru dua minggu di Labuan Bajo. Meski menurut data yang diinvestigasi Tajukflores.com, rata-rata penjaja wisata seks ini akan menjawab “baru seminggu atau dua minggu” di Labuan Bajo. Ini untuk meyakinkan pelanggan bahwa mereka sungguh-sungguh “baru” di Labuan Bajo.

Putri mengaku, sekali kencan ia meminta bayaran minimal Rp500 ribu untuk “short time”. Kalau menginap, biasanya Rp1 juta sampai Rp2 juta per malam.

“Bagaimana kalau di-booking di hotel-hotel terdekat?,” tanya tim Tajukflores.com.

“Itu lebih mahal, Mas. Karena harus ijin Mami (sebutan untuk bos mereka di Kafe) dan juga kasi fee buat Mami,” akunya.