Jakarta – Kerak telor, jajanan kaki lima khas Betawi ini tak lekang oleh waktu. Di setiap sudut kota Jakarta, terutama saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) DKI Jakarta saat ini, aroma dan asap khas kerak telor selalu menggoda para pecinta kuliner.
Salah satu tempat yang tak pernah absen menghadirkan kerak telor adalah Pekan Raya Jakarta (PRJ). Di Kemayoran, Jakarta Pusat, para pedagang kerak telor seperti Indi telah setia menjajakan dagangannya sejak tahun 1986, bahkan saat PRJ masih berlokasi di Monas.
“Bedanya sekarang cuma bungkusnya, kalau dulu dibungkus daun pisang sekarang cukup pakai kertas nasi saja,” ujar Indi.
Meski sederhana, cita rasa kerak telor tak pernah berubah. Perpaduan beras ketan putih, kelapa, telur ayam atau bebek, ebi sangrai, bawang goreng, dan serundeng ini tetap istimewa.
Keunikan lain dari kerak telor adalah cara memasaknya yang masih tradisional, menggunakan tungku tanah liat dan arang kayu.
“Memasak kerak telor harus menggunakan arang. Kalau pakai kompor rasanya jadi beda,” kata Indi.
Bagi pecinta kuliner seperti Zidan, kerak telor tak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga menghadirkan nostalgia dan kenangan.
“Yang membuat saya suka dari kerak telor adalah rasanya yang khas dan gurih,” ucap Zidan, warga Jakarta yang mengaku pertama kali mencoba kerak telor di dekat rumahnya.
Di HUT DKI Jakarta ke-495 ini, mencicipi kerak telor bukan hanya soal memuaskan rasa lapar, tetapi juga melestarikan tradisi dan budaya Betawi.
Pesona Kerak Telor:
- Cita rasa khas dan gurih: Perpaduan beras ketan, kelapa, telur, ebi, bawang goreng, dan serundeng menciptakan rasa yang unik dan tak terlupakan.
- Memasak tradisional: Penggunaan tungku tanah liat dan arang kayu menghasilkan aroma dan rasa yang autentik.
- Nilai budaya: Kerak telor merupakan bagian dari tradisi dan budaya Betawi yang patut dilestarikan.
Menikmati Kerak Telor di HUT DKI Jakarta:
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.