“Masalah ini sangat mendesak bagi Sarawak, yang baru-baru ini juga diidentifikasi sebagai salah satu negara bagian termiskin di negara ini,” katanya.
Menurut Dayak Daily, Peter, yang juga merupakan kepala informasi Sapa, meminta negara bagian untuk menjaga otonomi imigrasinya dengan hati-hati dan agar Sarawak tidak mengikuti pemerintahan federal secara membabi buta.
“Jika tetangga Arab mereka terus menolak memberikan suaka kepada mereka, lalu apa urusannya Malaysia melawan kebijakan global?”
Seruan Peter juga digaungkan oleh presiden Borneo’s Plight in Malaysia Foundation, Daniel John Jambun. Ia mengatakan bahwa Sabah telah memiliki migran tidak resmi dari negara-negara tetangga yang tinggal tanpa dokumen di 543 koloni yang tersebar di seluruh negara bagian.
Sementara itu, sebuah kelompok anggota parlemen bipartisan sebelumnya telah mendesak pemerintah untuk mengeluarkan izin khusus untuk pengungsi Palestina di Malaysia yang memungkinkan mereka untuk tinggal dan bekerja di negara itu untuk sementara waktu.
Syerleena Abdul Rashid, yang mengetuai Kelompok Parlemen Semua Partai Malaysia untuk Kebijakan Pengungsi, menekankan perlunya segera “merumuskan kebijakan yang melindungi mereka yang telah mencari perlindungan sementara di pantai kami, termasuk mereka yang berasal dari Palestina”.
“Kami menyerukan gencatan senjata segera, perlindungan segera bagi warga sipil, fasilitasi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan pencegahan genosida skala penuh di Gaza.
“(Pemerintah juga harus) memulai implementasi dari Instruksi Dewan Keamanan Nasional No. 23 yang telah diamandemen, yang akan memberikan hak-hak sementara bagi para pengungsi di Malaysia,” kata anggota parlemen dari Bukit Bendera dalam sebuah pernyataan bulan lalu.
Saat ini, Malaysia bukan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951 atau Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Ada sekitar 600 pengungsi dan pencari suaka Palestina yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di sini pada akhir Oktober, kata badan tersebut.