Perayaan Imlek di Indonesia telah melalui sejarah panjang sejak era Presiden Soekarno. Pada masa itu, Soekarno mengeluarkan peraturan tentang hari raya umat beragama, termasuk bagi masyarakat Tionghoa.
Pada masa itu, masyarakat Tionghoa diizinkan untuk berbahasa Mandarin, bahasa lokal, memeluk agama Konghucu, memiliki surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan menggunakan nama China.
Namun, pada masa Soeharto, upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya diperbolehkan dirayakan di dalam lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Baru pada masa Presiden Gus Dur, perayaan Imlek kembali dapat dilaksanakan secara terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Merayakan Imlek di Indonesia umumnya ditandai dengan dekorasi rumah berwarna merah, berkumpul bersama keluarga, menyajikan makanan khas, memberikan angpau, dan menyaksikan pertunjukan barongsai.
Setiap tahun dalam kalender lunar diwakili oleh salah satu dari 12 hewan, yaitu anjing, babi/babi hutan, tikus, lembu, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, dan ayam jago. Berdasarkan penanggalan China, tahun 2024 ini merupakan tahun naga kayu.
