Rekayasa kasus BG ini juga kental aroma berbau politik yang melibatkan banyak kepentingan. Tapi ada satu kecurigaan ini dikarenakan dendam Abraham Samad tidak dipilih menjadi cawapres Jokowi. Hal ini dibaca oleh Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan Abraham Samad menemui dirinya untuk menawarkan dirinya sebagai cawapres Jokowi.
Hal ini dibantah Abraham Samad namun Hasto mengungkapkan fakta bahwa Abraham Samad benar-benar menemui dirinya dan petinggi PDIP lainnya dan ‘menjual’ jabatan ketua KPK demi menjadi cawapres Jokowi.
Hasto bersumpah dia berdiri diatas kebenaran dan mengungkap aksi jual beli KPK untuk kekuasaan. Kasus Abraham Samad adalah pelanggaran etik berat dan bisa jadi masuk ke dalam ranah pidana namun entah kenapa kasus ini tidak dilanjutkan.
Pengungkapan Hasto Kristiyanto terhadap Abraham Samad menjadi awal terbongkarnya banyak permainan-permainan di dalam KPK.
Aksi pemerasan oknum KPK terhadap target tersangka, OTT yang direkayasa dan dipaksa menjadi OTT bahkan ada informasi “konsorsium perlindungan hukum” yang melibatkan seluruh elemen penyidik gang Novel, yang meminta imbalan bagi mereka yang berperkara hukum.
Perdagangan hukum sudah menjadi biasa, akibat kerusakan sistem integritas KPK setelah berbagai proyek politik SBY dilakukan. Trasaksi jual beli kasus diduga banyak terjadi di KPK, hitungan oknum KPK dalam transaksi gelap kasus bukan lagi rupiah tapi “jutaan dollar” hal ini harus diungkap tim penyelidik kepolisian dan kejaksaan.
Contoh nyata dari bekerjanya Konsorsium Hukum ini adalah lolosnya Azis Syamsudin yang berdasarkan keterangan saksi di bawah sumpah di pengadilan, menerima dana Rp. 80M dalam kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung, tetapi tidak ada tindak lanjut.
Setelah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dicopot dari jabatan komisioner KPK, justru peran KPK tidak lagi berpusat di tangan para komisionernya namun berada di tangan para penyidik level menengah utamanya Novel Baswedan. Komisioner seperti Agus Rahardjo sangat terlihat tunduk pada Novel Baswedan dan faksi-nya di KPK.
Sementara itu pembelahan politik di Indonesia sangat besar antara kubu Jokowi dan kubu anti Jokowi. Setelah Prabowo masuk ke dalam kabinet Jokowi maka posisi kubu anti Jokowi digerakkan oleh Anies Baswedan yang digadang-gadang menjadi Calon Presiden RI pada tahun 2024.
Di balik Anies Baswedan ada Jusuf Kalla yang memang sejak Pilkada DKI 2017 menjadi sponsor utama Anies Baswedan.
Hubungan antara Anies Baswedan dan Novel Baswedan sangat dekat karena mereka saudara sepupu. Ditambah masuknya Chandra Hamzah, Bambang S Widjojanto dan Adnan Pandu Praja jadi jubir kampanye Anies-Sandi yang membuktikan bahwa mereka tidak bersih dalam permainan politik karena pengaruh para mantan komisioner KPK di internal KPK sangat kuat.
Jadi, sangat sulit menghindarkan kesan bahwa Novel Baswedan tidak terkait dengan kepentingan Anies Baswedan dimana Jusuf Kalla dibaliknya.
Apalagi ada pembiaran kasus oleh KPK terhadap Partai Nasdem yaitu keterlibatan Menteri Perdagangan periode kabinet Jokowi pertama Enggartiasto Lukito dan juga kasus impor buah kementerian pertanian yang menteri-nya dari Nasdem dan melibatkan anggota DPR dari fraksi Nasdem.
Hal itu terjadi karena Nasdem mendekat ke Anies Baswedan. Kesan permainan politik dan ikut campurnya kepentingan politik sangat kentara.
Dengan melihat kasus-kasus yang diduga melibatkan banyak kepentingan diluar KPK menjadikan KPK tidak steril dari pengaruh kepentingan politik untuk itulah Presiden Jokowi melakukan UU Revisi KPK supaya KPK kembali ke khittah-nya.
Dan kabut sutra ungu dibalik Novel Baswedan akan tersingkap siapa sesungguhnya Novel Baswedan lewat analisa profiling BKN dan lima lembaga yang memutuskan apakah Novel Baswedan memenuhi syarat menjadi ASN KPK.
Namun, bila dilihat dari salah satu aspek penilaian yaitu Netralitas ASN dimana isinya: “Netralitas ASN dimaknai sebagai tindakan tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun” maka Novel Baswedan sulit untuk lolos.
Ditulis oleh Anton DH Nugrahanto
Catatan redaksi: Opini ini diambil dari percakapan WhatsApp Group. Diedit seperlunya