Tajukflores.com – Linimasa media sosial dan grup WhatsApp diramaikan dengan gelombang protes dan sindiran terkait pengumuman nama-nama calon taruna (catar) Akademi Kepolisian (Akpol) dari panitia daerah Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk tahun 2024.
Dari 11 nama yang diumumkan, diduga hanya satu yang merupakan putra daerah NTT, sementara 10 lainnya berasal dari luar NTT, bahkan empat di antaranya disebut berasal dari Sumatera Utara (Sumut).
Hal ini memicu pertanyaan tentang objektivitas dan keadilan dalam proses seleksi karena adanya dugaan permainan orang dalam (ordal) alias nepotisme.
Munculnya dugaan nepotisme semakin diperkuat dengan lolosnya anakĀ Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga.
Tak pelak, netizen pun memplesetkan NTT menjadi ‘Nusa Tempat Titipan’, bahkan mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menganulir hasil seleksi dan memeriksa Kapolda NTT.
Sejumlah postingan juga menyoroti perbandingan dengan penerimaan Bintara Polri di wilayah Papua dengan NTT. Dari Polda Papua misalnya, 686 Orang Asli Papua (OAP) lulus dalam seleksi penerimaan Bintara Polri tahun 2024.
Padahal, Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry, saat memimpin uji kelayakan Komjen Listyo Sigit sebagai calon Kapolri di Senayan tahun 2021 lalu, meminta calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo memperhatikan nasib polisi di NTT.
Saat itu, Herman Hery meminta Listyo untuk meningkatkan kuota penerimaan anggota polisi di NTT. Menurut politisi PDIP ini, rasio anggota kepolisian di NTT sangat rendah, sehingga diperlukan penambahan aparat, terutama yang berasal dari putra daerah.
Lalu bagaimana dengan penerimaan catar Akpol Polda NTT yang diduga adanya nepotisme ini? Benarkah NTT jadi ‘Nusa Tempat Titipan’? Mari kita lihat di aturannya.
Berdasarkan aturan Penerimaan Taruna Akpol 2024 yang dikeluarkan Mabes Polri dalam bentuk Pengumuman Kapolri pada 26 Maret 2024, terdapat sejumlah syarat ihwal status domisili bagi peserta yang mendaftar.
Meski demikian, tidak ada aturan yang menyebutkan jumlah kuota bagi orang asli dari Polda tersebut.
Dalam poin keempat huruf p tentang persyaratan mengenai ketentuan domisili disebutkan:
1. Peserta berdomisili minimal 2 tahun di wilayah Polda tempat mendaftar (terhitung pada saat pembukaan pendidikan) dengan melampirkan Kartu Keluarga atau Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Identitas Anak (terhitung mulai tercatat di domisili baru).
2. Bagi putra/putri personel Polri/TNI/PNS yang berdomisili kurang dari 2 tahun di wilayah Polda tempat mendaftar (terhitung pada saat pembukaan pendidikan) dapat mendaftar dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Berdomisili minimal 6 bulan di Polda tempat mendaftar dengan melampirkan KK atau KTP.
b. Orang tua peserta sedang atau pernah berdinas di wilayah Polda tempat mendaftar dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (terhitung mulai 2022 sampai pembukaan pendidikan) dengan melampirkan Surat Keputusan tentang jabatan orang tua peserta.
Bagi peserta yang tidak memenuhi persyaratan nomor 1 dan 2 di atas, dapat mendaftar di Polda sesuai domisili sebelumnya, dengan verifikasi oleh Panitia Daerah dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Ada juga ketentuan lain mengenai status asal sekolah yang diatur dalam huruf q yakni bagi peserta dari SMA Taruna Nusantara dan SMA Krida Nusantara yang masih kelas XII, dapat mendaftar di Polda sesuai domisili atau peserta dari SMA Taruna Nusantara dapat mendaftar di Polda Jateng dan DIY.
Sedangkan untuk peserta dari SMA Krida Nusantara dapat mendaftar di Polda Jabar, dengan ketentuan mengikuti kuota kelulusan/perangkingan pada Polda sesuai persyaratan domisili.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.