Bagaimana Pariwisata Labuan Bajo?
Melihat konteks Labuan Bajo, dengan masyarakatnya yang multikultural, maka pariwisata Labuan Bajo tetaplah pariwisata yang terbuka untuk semua orang.
Inilah yang disebut dengan pariwisata inklusif yaitu pariwisata yang berusaha untuk memastikan bahwa semua orang, terlepas dari latar belakang atau kondisi mereka, dapat menikmati dan mendapatkan manfaat dari pengalaman pariwisata dengan cara yang menghargai keberagaman dan menghormati hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini mencakup aspek praktis seperti aksesibilitas fisik dan informasi, serta aspek sosial dan budaya yang mencakup penghargaan terhadap keragaman dan keadilan sosial.
Bagaimanakah wisatawan Muslin dalam wisata inklusif Labuan Bajo? Wisatawan Muslim merupakan salah satu pasar wisatawan.
Untuk mengakomodir wisatawan Muslim, hal ini diserahkan kepada masing-masing pelaku pariwisata untuk memutuskan, mengambil pasar wisatawan yang mana, apakah wisatawan Muslin atau non-Muslim.
Jika pelaku usaha tersebut memutuskan menyediakan wisata halal, maka pelaku usaha itu dengan sendirinya harus menyediakan fasilitas dan layanan yang sesuai dengan standar pariwisata halal.
Sedangkan pelaku usaha wisata yang konvensional (non-Muslim) dapat terus memberikan pelayanannya tanpa harus mengikuti standar pariwisata halal.
Pariwisata halal tidak dapat diterapkan di pariwisata Labuan Bajo karena konteksnya sangat berbeda dengan daerah-daerah lain, baik dari segi budaya dan agama.
Pariwisata Labuan Bajo haruslah tetap disesuaikan dengan konteks budaya setempat, bukan mengikuti keinginan atau kemauan wisatawan.
Saya memngumpamakan, ketika masyarakat non-Muslim berkunjung ke tempat-tempat wisata seperti di Jawa atau pun negara-negara Timur Tengah, yang mayoritas penduduknya mengikuti agama Islam, tentu wisatawan non-Muslim itu tidak dapat memaksa agar fasilitas dan layanan yang ada di sana harus sesuai dengan keinginannya.
Wisatawan non-Muslim, seberapapun banyaknya dan menjanjikan secara ekomis, tidak dapat memaksa agar masyarakat lokal tempat wisata itu berada yang pada umumnya adalah Muslim, menyediakan fasilitas dan layanan yang haram menurut masyarakat setempat.
Wisatawan non-Muslim, misalnya tidak dapat memaksa menyediakan daging babi atau pun alcohol karena itu haram bagi masyarakat setempat.
Menghormati keyakinan agama dan budaya mereka adalah sikap yang sangat penting. Hal ini berarti Anda tidak boleh meminta atau mengharapkan daging babi disediakan untuk Anda selama Anda berada di tempat wisata yang mengatakan babi adalah haram.
Meminta hal tersebut tidak hanya bisa dianggap tidak pantas, tetapi juga bisa sangat mengganggu perasaan dan keyakinan masyarakat setempat.
Begitu pula sebaliknya. Jika Anda berkunjung ke daerah yang budaya setempat mengatakan babi adalah halal, maka Anda tidak dapat memaksanya, itu adalah haram.
Sebagai tamu, Anda sebaiknya menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan aturan lokal. Hal ini mencakup pilihan makanan yang disediakan, di mana biasanya makanan halal menjadi pilihan utama di negara-negara Timur Tengah.
Anda bisa mencari alternatif lain yang tersedia dan tetap menikmati pengalaman kuliner mereka tanpa mengganggu kepercayaan dan kebatinan mereka.
Penting untuk diingat bahwa saling menghormati dan menghargai perbedaan budaya dan agama adalah kunci untuk membangun hubungan yang baik dan berkelanjutan antar masyarakat dari berbagai latar belakang.
Pengambil kebijakan, mestinya haruslah memikirkan hal yang sama seperti itu. Ketika pariwisata dipaksakan untuk memenuhi standar-standar tertentu, maka pariwisata itu sudah tidak dapat terbuka, atau dinikmati oleh wisatawan secara umum.
Berwisata adalah menikmati keunikan yang ada di dearth tujuan wisata. Dengan demikian, penting untuk menghormati dan menghargai kepercayaan serta budaya masyarakat setempat.
Kembali kepada konsep Amarta Sen yang berpendapat bahwa pembangunan yang sejati harus memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, serta melibatkan mereka dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Pembangunan yang top-down dan tidak mempertimbangkan konteks lokal sering kali gagal mencapai tujuannya dan malah menimbulkan penderitaan.
Penolakan terhadap wisata halal di Labuan Bajo mencerminkan ketidakpuasan masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dan diabaikan dalam proses pengambilan keputusan.
Pembangunan, termasuk pariwisata, harus berfokus pada kesejahteraan semua pihak yang terlibat, terutama masyarakat lokal. Proses pembangunan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan, yang menghormati nilai-nilai dan tradisi lokal, akan lebih berhasil dalam mencapai tujuan kesejahteraan yang diinginkan.
Penolakan terhadap wisata halal di Labuan Bajo menunjukkan pentingnya dialog yang terbuka dan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Hanya dengan demikian, pembangunan bisa benar-benar menjadi berkah, bukan beban, bagi mereka yang menjadi penerima manfaatnya.
Dengan mengadopsi pandangan Amartya Sen, kita dapat memahami bahwa pembangunan harus difokuskan pada peningkatan kebebasan dan kapabilitas individu, memastikan bahwa setiap proyek benar-benar membawa kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat, terutama masyarakat lokal yang menjadi penerima manfaat utama.
Oleh Silvester Deniharsidi
Pemerhati Pariwisata tinggal di Labuan Bajo
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Editor : Alex K