Jakarta – Pengamat Kebijakan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh pemerintah merupakan langkah reaktif yang diambil merespon protes dan keberatan masyarakat. Ia pun mempertanyakan kelanjutan dan tindak lanjut dari kebijakan tersebut.

“Syukurlah UKT batal naik, tapi ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi dan merevisi Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan UKT. Permendikbudristek 2/2024 ini yang menjadi sumber masalahnya,” ujar Cecep dalam perbincangan dengan RRI Pro 3, Senin (27/5).

Cecep menjelaskan bahwa selama ini UKT menjadi sumber pendanaan utama bagi perguruan tinggi untuk berbagai keperluan, termasuk operasional dan penelitian.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memastikan pendanaan yang memadai bagi perguruan tinggi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Sehingga UKT tidak perlu mahal, dan mahasiswa golongan menengah bawah bisa mendapatkan pendidikan gratis. Sementara golongan atas tetap membayar dengan level tertentu agar semangat saling bantu (subsidi silang) tetap ada,” sambungnya.

Menurut Cecep, pendanaan yang cukup bagi perguruan tinggi dari APBN hanya bisa tercapai jika anggaran pendidikan 20 persen dari APBN jelas dan tepat distribusinya.

Saat ini, berdasarkan data yang ada, dari dana pendidikan 20 persen APBN, tidak sampai Rp100 triliun untuk hampir 200 PTN dan ribuan PTS.