Panelis utama adalah Bill Nope, akademisi Fakultas Hukum Universitas Cendana yang juga bertindak sebagai ketua panelis, diikuti oleh Andi Irfan dari Universitas Muhammadiyah Kupang dan Yonathan Hans Luter Lopo dari Universitas Cendana Kupang.

Dalam debat, kedua paslon menyampaikan visi-misi mereka untuk Manggarai Barat. Paslon nomor urut 1, Mario Pranda-Richard Sontani, mengawali dengan menyoroti pentingnya Pilkada sebagai mekanisme evaluasi pemerintahan.

Mario menyatakan bahwa pembangunan di Manggarai Barat masih belum merata, terutama di sektor sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan.

Dengan visi “Manggarai Barat Menyala, Maju, Hebat, dan Bermartabat,” Mario-Richard menawarkan lima gerakan transformasi: sosial, ekonomi, infrastruktur, pemerintahan, dan desa.

“Kami hadir sebagai antitesa dari kondisi sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat petani, nelayan, masyarakat adat, generasi muda, dan penyandang disabilitas. Contohnya, angka kemiskinan tertinggi justru ada di Kecamatan Lembor, lumbung padi Manggarai Barat,” ujar Mario.

Di pihak lain, paslon petahana, Edistasius Endi dan Yulianus Weng (Edi-Weng), yang telah memimpin Mabar selama 3 tahun 7 bulan, memaparkan berbagai pencapaian mereka, mulai dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, hingga pengurangan stunting.

“Kami juga menjadikan Manggarai Barat sebagai kabupaten paling inovatif di NTT,” kata Edi Endi sebagai bukti keberhasilan kepemimpinannya.

Edi-Weng berjanji akan memperkuat sektor pariwisata dan ekonomi kerakyatan, serta berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur yang berkelanjutan.

“Pariwisata yang dikembangkan harus inklusif, merawat alam, dan memuliakan budaya. Kami juga mendorong kemudahan investasi dan peningkatan SDM lokal,” kata Yulianus Weng, menambahkan bahwa infrastruktur dan tata kelola yang semakin baik akan menjadi prioritas mereka ke depan