Kelima, Kurang lebih pukul 20.30 WITA kami tiba di rumah Bapak Tinus. Saat itu yang ada di rumah: Bapak Tinus, Enu Hermin/Mama Sindi (istrinya), Anak Santos (putranya), dan Enu Siren (putri bungsunya).
Keenam, Sekitar pukul 20.30 WITA kami disuguhi minuman kopi dan hanya kepada saya diberikan minuman energen. Yang mengantar minuman oleh Enu Hermin/Mama Sindi. Dan setelah itu kami langsung makan bersama.
Ketujuh, Sekitar pukul 21.30 WITA (setelah makan malam) kami bincang-bincang santai dan sambil rekreasi main kartu dengan sangsi hukuman berdiri. Hal ini biasa kami lakukan setiap kali berkumpul. Adapaun yang ikut rekreasi main kartu: saya, Bapa Sindi, Mama Sindi dan adik Kristo. Sedangkan Enu Melin/karyawati pastoran dan Enu Itin segerah menuju kamar tidur anak Siren. Dan Safe ke kamarnya anak Santos. Hal ini juga biasa mereka lakukan karena kedekatan mereka selama ini.
Kedelapan, Karena sudah larut malam, sekitar pulul 01.00 WITA(dini hari), saya meminta anggota pastoran (Enu Melin, Safe) yang sementara tidur untuk dibangunkan dan siap-siap kembali ke Pastoran. Sedangkan Enu Itin bertahan di rumah.
Kesembilan, Akan tetapi Mama Sindi mengatakan bahwa mereka sudah tidur lelap. Lalu saya sendiri mangatakan “biar saya dan adik Kristo pulang duluan”, tetapi Bapak Sindi dan Mama Sindi menahan kami semua untuk nginap karena sudah larut malam. Kami pun mengiakan ajakan mereka.
Kesepuluh, Bapak Sindi menuntun saya ke kamar tidur yang ternyata sudah mereka siapakan. Sedangkan adik Kristo dan Bapak Sindi berbaring/tidur di tempat tidur yang letakanya di depan kamar tidur untuk saya. Mama Sindi tidur bersama anak-anak perempaunnya dan Enu Melin.
Kesebelas, Karena kelelahan (karena aktivitas sepanjang hari di pastoran), saya langsung tertidur lelap dalam kamar dengan kondisi pintu terbuka hanya ditutupi kain tirai.
Keduabelas, Kurang lebih pukul 02.00 WITA, saya terbangun karena dikagetkan dengan teriakan makian dari Bapak Sindi sambil ia mengancam mengambil parang. Saya sangat shok dan bingung dengan keadaan sekejap itu. Dan saat itu saya melihat Mama Sindi juga ada di dalam kamar dengan kondisi berbusana lengkap, dan tiba tiba dia lari ke luar. Dan masih dalam keadaan shok, saya berusaha menenangkan Bapak Sindi. Saat itu saya masih dalam keadaan berpakaian lengkap, ditambah kain selimut dan bangun mendekati Bapak Sindi.
Ketigabelas, Karena teriakan keras Bapak Sindi berupa makian-makian dan ancaman untuk membunuh, sehingga mengakhibatkan semua orang dalam rumah ikut bangun dan ikut panik. Supaya tidak terjadi keributan besar, saya dan semua anggota pastoran segera meninggalkan rumah itu dan balik ke pastoran.
Keempatbelas, Kami pun pulan ke pastoran (tanpa enu Itin/anak dari adiknya Bapak Sindi). Dalam perjalan pulang, persisnya di kampung Munde, saya tiba-tiba dihubungi Mama Sindi (dia dalam keadaan menangis dan ketakutan) untuk minta bantuan dijemput. Atas permintaan Mama Sindi dan demi keselamatannya, saya bersama anggota pastoran, kami kembali menjemput dia di pertengahan jalan (agak jauh dari rumahnya). Lalu kami bersama-sama dalam satu mobil menuju pastoran.
Kelimabelas, Demi keselamatan diri saya dengan karyawan, maka tepat pukul 08.00 WITA (Rabu, 24 April 2024), saya, adik Kristo dan Safe meninggalkan pastoran dan ke luar dari kota Borong.
Keenambelas, Sedangkan Mama Sindi masih di seputaran kota Borong.
Demikian klarifikasi dan kronologis peristiwa yang menimpah saya. Dengan tulus hati saya meminta maaf kepada Yang Mulia Bapak Uskup Ruteng, Vikep Borong dan Para Imam, keluarga-keluarga saya, umat paroki St. Yosef Kisol, serta seluruh umat yang terganggu karena peristiwa ini. Saya sangat memohon doa dan dukungannya agar persoalan ini cepat terselesaikan dengan baik sehingga saya bisa bertugas kembali. Terima kasih.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.