Tajukflores.com – Fenomena memprihatinkan terjadi di Ende, Flores, NTT, di mana oknum penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan diduga melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus.

Petrus mengungkapkan bahwa model tebang pilih ini sudah menjadi tren dan sangat populer di Ende selama 15 tahun terakhir.

Mirisnya, beberapa kasus korupsi bahkan berulang tahun dan diwariskan dari satu Kapolres atau Kajari ke penerusnya tanpa ada penyelesaian yang jelas.

“Terjadi kolaborasi antara penjahat dan penguasa dari atas sampai ke bawah,” tegas Petrus dalam keterangan persnya, Jumat (17/5).

Ia menduga oknum penyidik melakukan kolaborasi dengan pelaku korupsi dan pejabat untuk meloloskan pelaku sesungguhnya atau mendapatkan keuntungan pribadi. Budaya “ATM” ini sudah menjadi sistem dan sumber penghasilan sampingan bagi oknum penyidik.

Kasus Korupsi Mangkrak dan Promosi Jabatan yang Aneh

Petrus mencontohkan beberapa kasus korupsi yang mangkrak di Ende, seperti kasus PDAM Ende yang melibatkan separuh anggota DPRD Ende sejak 2008 dan kasus korupsi proyek Bencana Banjir dan Tanah Longsor TA 2016.

Ironisnya, meski minim prestasi dalam penegakan hukum, terutama dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi, oknum Kapolres dan Kajari di Ende justru mendapatkan promosi jabatan ke daerah lain.

“Anehnya, meskipun Kapolres atau Kajari nol prestasi dalam penegakan hukum terutama dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi, namun mereka selalu dipromosikan pada jabatan lain yang lebih tinggi,” ungkap Petrus.