Pilkada Tak Langsung, Retorika Elit hingga Jadi Bancakan Parpol

Selasa 17-10-2023, 19:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Sangat tidak masuk akal seorang calon gubernur hanya mengeluarkan Rp1 miliar saja. Atau calon bupati hanya Rp500 juta. Jadi memang kita harus akui ada biaya yang sanagt besar. Saya tidak tahu hasil penelitian LIPI itu mengevaluasi bagaimana, yang jelas kita akui biaya besar,” kata dia. 

Argumen Tito selanjutnya ialah meninggalkan pilkada langsung karena masyarakat belum terdidik. Menurut Norbertus, argumentasi ini tidak memadai dalam konteks membangun demokrasi. Ketelibatan rakyat merupakan esensi dalam demokrasi. Sementara rakyat yang belum terdidik secara demokratis, kata dia muncul karena partai politik tidak sungguh-sungguh menjalankan tugas pendidikan politik.

“Itulah yang kita sebut demokrasi adalah point of no return. Jadi kita memang tidak bisa kembali lagi. Harus mengalami seperti itu, membutuhkan biayaa. Kalau masyarakat belum terdidik maka itulah tugas parpol,” kata penulis buku Hukum Kata Kerja, Diskurus tentang Progresif ini. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tito sendiri merekomendasikan pilkada asimetris, sebagai salah satu jalan keluar untuk menengahi persoalan ini. Argumentasinya ialah kondisi setiap provinsi dan kabupaten tidak sama. Sebut saja Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 

Baca Juga:  Hindari Penyimpangan, Formappi: KPU Harus Diisi Orang Kredibel

Menurut Norbertus, jika menggunakan asimetris, Tito harus mengeluarkan peraturan sebagai landasan hukum. Namun demikian, kata dia sistem asimetris tidak bisa dilakukan di Pilkada 2020 karena akan mengganggu tahapan yang sudah berjalan.

“Sesungguhnya wacana yang dibangun Pak Tito ini untuk meminta tanggapan dari seluruh Indonesia. Tetap prinsipnya evaluasi itu penting dan bukan berarti melalui DPRD. Tetapi para politisi menangkapnya secara positif dan menganggap akan dipilih melalui DPRD. Karena mereka cenderung seperti itu,” pungkasnya.

Terpisah, Direktur Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan, gagasan Tito perlu direspon positif dengan melakukan sejumlah riset, focus group discussion (FGD), indepth interview yang semuanya melibatkan para pakar dan peneliti.

Evaluasi secara sistematis dan holistik perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan pilkada. Dengan melakukan proses evaluasi yang holistik, bisa diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya biaya politik, faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya pelanggaran dalam setiap tahapan pemilu dapat diteteksi secara terukur.

Baca Juga:  Wabup Flotim Imbau Ustad Abdul Somad Minta Maaf Selama 7 Hari Berturut-turut

“Dari hasil evaluasi dapat diketahui kelemahan sistem pemilihan langsung. Kemudian, tentunya bisa segera dicarikan pemecahan permasalahannya,” kata Karyono.

Menurut dia, secara garis besar ada dua aspek yang perlu dievaluasi, yaitu aspek yuridis dan teknis. Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang terukur perlu ada studi perbandingan untuk melihat kelebihan ataupun kekurangan antara sistem pemilihan langsung oleh rakyat dengan sistem pemilihan melalui DPRD.

“Ada beberapa variabel yang bisa digunakan untuk mengukur kelebihan dan kekurangan kedua sistem tersebut. Misalnya, dengan memasukkan sejumlah variabel untuk mengukur seberapa besar pengaruh kedua sistem pemilihan dari aspek keamanan, stabilitas politik, ekonomi, perubahan sosial, budaya (perilaku pemilih), money politic, dan seberapa besar kedua sistem pemilihan bepengaruh terhadap tingkat korupsi” ujarnya.

Dia menegaskan, evaluasi menyuluruh itulah yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah akan tetap menerapkan sistem pemilihan langsung atau melalui DPRD. “Jangan sampai, evaluasi hanya dijadikan alasan pengubahan sistem tanpa melalui pertimbangan yang matang” kata Karyono.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Berita Terkait

Yoakhim Jehati Kembali Dilantik sebagai Anggota DPRD, Ajak Warga Memajukan Manggarai
Resmi Dilantik Jadi Anggota DPRD NTT, Mateus Soares Sampaikan Syukur dan Terima Kasih
Gantikan Marten Mitar, Yopi Widiyanti Resmi Jadi Ketua DPRD Sementara Mabar
Tolak Praktik Mahar Politik, Paket OASE Tidak Ikut Pilgub NTT 2024
Anies Baswedan Pertimbangkan Bentuk Partai Baru, Partai Perubahan Indonesia Trending di X
Budi Arie Tepis Hubungan Jokowi dan Prabowo Retak, Ada Upaya Adu Domba
Larang Ahok ‘Nyerocos’ ke Media, Megawati: Selotip Tetap Berjalan Toh?
PDIP Dikabarkan Batal Dukung Anies, Bakal Usung Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024
Berita ini 32 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 6 September 2024 - 15:04 WIB

BKN Umumkan Perpanjangan Pendaftaran dan Penyesuaian Jadwal Seleksi CPNS 2024

Jumat, 6 September 2024 - 13:46 WIB

Dana Beasiswa PIP Kemendikbud September 2024 Cair: Cek Rekening Anda Sekarang!

Kamis, 8 Agustus 2024 - 19:18 WIB

Panduan Lengkap Perpanjangan Visa on Arrival (VOA) di Indonesia: Kelayakan, Proses Aplikasi, dan Tips 

Kamis, 18 Juli 2024 - 13:40 WIB

Klarifikasi Penulis Novel Bramana’s Family Dinilai Playing Victim, Netizen Geram dan Tagar #JusticeForNova Menggema

Kamis, 18 Juli 2024 - 12:27 WIB

Terkuak Profesi Hans dan Rita Tomasoa, Pasutri Lansia Tewas Membusuk di Jonggol

Rabu, 17 Juli 2024 - 18:17 WIB

7 Rahasia Mencuci Baju Putih Tetap Cerah dan Bersih

Selasa, 16 Juli 2024 - 20:49 WIB

Tol Ngawi Bojonegoro Kapan Dibangun? Ini Desa yang Terdampak Tol Ngaroban dan Jadwal Pembebasan Lahan

Minggu, 14 Juli 2024 - 18:47 WIB

WhatsApp Kembangkan Fitur Translate Otomatis dalam Chat

Berita Terbaru

Sejumlah ekor mamalia paus terdampar di pesisir pantai di Kabupaten Alor. ANTARA/Ho-warga.

Daerah

BKKPN Selidiki Kasus 50 Ekor Paus Terdampar di Alor NTT

Sabtu, 7 Sep 2024 - 15:40 WIB