Jakarta – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta mantan Ketua KPK Agus Rahardjo untuk menyampaikan bukti-bukti dan atau saksi untuk mendukung pernyataannya bahwa Presiden Jokowi meminta penghentian kasus e-KTP yang melibatkan Setya Novanto (Setnov). Menurut PSI, tuduhan tanpa bukti tidak pantas dilakukan oleh seorang mantan pimpinan KPK.

“Semua orang bisa saja menyampaikan sesuatu. Tapi jika tidak dibarengi bukti dan atau saksi, itu bisa menjadi dusta, fitnah, atau hoax. Pak Agus mantan pimpinan lembaga terhormat, silakan menyodorkan, publik menunggu,” kata Ketua DPP PSI, Ariyo Bimmo, Jumat 1 Desember 2023.

Selanjutnya, Bimmo mempertanyakan alasan Agus baru menyampaikan pernyataan itu sekarang.

“Pak Agus punya sangat banyak pilihan waktu dan kesempatan untuk menyampaikan (tuduhan ini). Kenapa baru sekarang? Apa karena Pak Agus sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPD dan perlu menarik perhatian publik?” kata Bimmo.

PSI berharap Agus Rahardjo memberikan teladan kepada masyarakat dengan berbicara hanya berdasarkan bukti.

“Di saat kita membutuhkan Pemilu tanpa hoax, tuduhan-tuduhan tanpa bukti akan sangat merusak,” tutup Bimmo.

Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya mengungkapkan bahwa ia pernah dipanggil dan diminta langsung oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung Jokowi.

Dalam wawancara dengan Rosi yang ditayangkan di Kompas TV pada Kamis, 30 November 2023, Agus Rahardjo menyampaikan peristiwa tersebut dengan transparan dan merasa bahwa kejelasan informasi perlu disampaikan kepada publik.

“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” ujar Agus.

Pada saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus, namun, kali ini ia dipanggil sendirian. Selain itu, Agus diminta masuk ke Istana melalui jalur masjid, tidak melalui ruang wartawan seperti biasanya. Begitu memasuki ruang pertemuan, Agus menyadari bahwa Presiden Jokowi sudah marah.

“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” ungkap Agus.

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” lanjutnya.

Namun, Agus menolak perintah Jokowi dengan alasan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah dikeluarkan tiga minggu sebelumnya. Pada saat itu, aturan di KPK tidak memberikan mekanisme untuk Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” tegas Agus.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi juga bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengenai apa itu Sprindik. Meski pertemuan itu berakhir tanpa hasil, Agus Rahardjo menegaskan bahwa ia tetap menolak perintah sang presiden, menunjukkan komitmen pada proses hukum yang berlaku.