Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mangapresiasi majelis hakim yang menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Menurutnya, vonis mati menunjukkan indepensi hakum dan memenuhi rasa keadilan publik.

“Hakimnya bagus, independen, dan tanpa beban. Makanya vonisnya sesuai dengan rasa keadilan publik. Sambo dijatuhi hukuman hati,” ujar Mahfud MD dalam cuitan di akun Twitternya, @mohmahfudmd, Senin (13/2).

Menurut Mahfud, sidang kasus pembunuhan Brigadir J dalam beberapa bulan terakhir berlangsung dramatis. Dalam pengamatannya, pembelaan terhadap eks Kadiv Propam Polri itu pun sangat didramatisir oleh tim kuasa hukum Sambo.

Kendati demikian, ia menilai majelis hakim sama sekali tidak terpengaruh, dan memutuskan menjatuhkan vonis mati terhadap Sambo hari ini.

“Peristiwanya memang pembunuhan berencana yang kejam. Pembuktian oleh Jaksa penuntut umum memang nyaris sempurna. Para pembelanya lebih banyak mendramatisasi fakta,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mengaku tidak sepakat apabila Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati. Menurutnya, hukuman maksimal dengan pidana penjara seumur hidup sudah memenuhi rasa keadilan.

Dia menolak Ferdy Sambo dihukum mati lantaran tidak sepakat dengan adanya hukuman mati di Indonesia.

“Apalagi kayak Sambo umurnya sudah 50-an ya mungkin, kedua menurutku hukuman itu (seumur hidup) sudah memenuhi rasa keadilan. Jadi, kalau tuntutan seumur hidup dipenuhi oleh hakim, sudah memenuhi rasa keadilan ya menurutku,” kata Trimedya di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan, Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR serta sopirnya Kuat Ma`ruf.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” sambungnya.

Selain pembunuhan berencana, hakim juga menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan anak buahnya, yakni Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto.

Putusan terhadap Ferdy Sambo ini lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut pidana penjara seumur hidup.

Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP ayat (1) ke-1. Sambo juga dianggap bersama melakukan pidana tanpa hak atau melawan hukum yang membuat sistem elektronik tidak bekerja semestinya sesuai Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).