Potensi tersebut meliputi situs gereja tua, taman dan bukit doa, gua Maria, pusat devosi, rumah ret-ret, replika Kota Bethlehem, kamar Paus (Vatikan semalam), Tanjung Salib di Kajuwulu dan Watu Krus di Bola Maumere.

Selain itu event-event religi Katolik seperti Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, Festival Lembah Sanpio, Misa Reba di Ngada, Prosesi Semana Santa di Larantuka, Prosesi San Juan di Lebao Tengah, dan Pesta Ratu Rosari di Larantuka.

Kolaborasi berbagai pihak ini kedepannya juga diharapkan mendorong penciptaan event religi Katolik yang baru dengan karakter dan kekhasan daerah masing-masing yang memiliki pembeda satu dan yang lain dengan mengoptimalkan potensi-potensi lokal yang sudah ada.

Selain itu, penguatan narasi destinasi diperlukan untuk memperkaya literasi religi dan budaya, serta penguatan SDM melalui berbagai pelatihan dan sertifikasi. Menyiapkan masyarakat untuk pengembangan eco-homestay dan gastronomi juga penting.

Potensi lain yang bisa digali meliputi penciptaan event religi yang berkelanjutan, sehingga aktivitas ziarah pengunjung dapat berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian daerah. Peningkatan okupansi hotel maupun homestay, pengeluaran untuk makan dan minum, belanja oleh-oleh, serta penyelenggaraan kegiatan sosial masyarakat juga akan meningkat.

Merangkum berbagai masukan FGD, Kepala Divisi Komunikasi Publik BPOLBF, Sisilia Jemana, menyampaikan bahwa BPOLBF dan Kemenparekraf saat ini mendorong dan menargetkan Pulau Flores menjadi destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut, kata Sisilia, BPOLBF akan segera menyusun Peta Perjalanan dan Calendar of Event (CoE) Wisata Religi Katolik Pulau Flores.

Berkoordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari Dinas Pariwisata, Keuskupan, dan seluruh pihak terkait lainnya, Sisilia berharap dapat semakin menguatkan branding Pulau Flores sebagai destinasi wisata religi Katolik dan menciptakan ekosistem pariwisata berkelanjutan.

“Bersama-sama kita garap potensi yang ada dan kita perkuat branding Pulau Flores sebagai destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia. Kita gali seluruh potensi yang ada untuk dikembangkan” katanya.

“Kami berharap ini dapat semakin memperkuat branding Pulau Flores sebagai destinasi utama bagi para peziarah yang ingin melakukan perjalanan spiritual Katolik. Melalui kolaborasi dan sinergi, kita pasti bisa,” imbuh Sisilia.

Masukan dari berbagai pihak diharapkan dapat memperkaya gagasan untuk mendukung pengembangan pariwisata religi Katolik di Pulau Flores, yang diyakini akan merawat kekhasan budaya religi dan spiritualitas Katolik di Pulau Flores.

Ini akan mengajak para pengunjung untuk datang dan mengalami pengalaman spiritual Katolik Pulau Flores, dengan harapan mereka akan datang lagi untuk menikmati pengalaman spiritual yang sama.

Forum juga menyepakati untuk ke depannya bersama-sama menyiapkan dokumen Renstra dan Grand Design pengembangan destinasi wisata religi kultural dan ekologis yang terintegrasi seluruh daratan Flores sebagai instrumen kebijakan.

Ini akan menguatkan rencana pengembangan di level Pemerintah Daerah dan Gereja dengan perannya masing-masing, sehingga tidak mendegradasi nilai atau value spiritual untuk kepentingan pariwisata.

FGD ini diikuti oleh 58 peserta yang terdiri dari perwakilan dinas pariwisata di Pulau Flores, akademisi, peneliti, antropolog, dan pegiat wisata di Pulau Flores. FGD ini juga dimoderatori oleh Marselus Pahun, Ketua Perhimpunan Wartawan Manggarai Barat.