“Zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60 sampai 70 ekor dari 1.700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut. Mayoritas komodo hidup di zona inti, bahkan maksimal belasan ekor yang biasa dijumpai bila pelaku wisata melakukan trekking di zona pemanfaatan wisata” jelasnya.

Menurut Silvester, penelitian terkait perilaku Komodo sudah dilakukan pada tahun 2018. Berdasarkan penelitian tersebut, aktivitas feeding pun dilarang. Namun, sejak 2018 hingga 2022, tidak ada penelitian terbaru terkait perilaku hewan purba tersebut.

Baca Juga:  Potensi Lukas Enembe Dijerat UU Pendanaan Terorisme, Natalius Pigai Sentil Orang Kepercayaan Jokowi

“Artinya, hasil penelitian tahun 2018 tidak bisa menjadi argumen valid sebagai dasar kebijakan penaikan harga tiket,” katanya.

Asosiasi menduga, tambah Silverster, pemerintah memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek yang sama. “Komodo yang sama bisa dilihat oleh banyak orang di (Pulau) Rinca tapi Komodo di Pulau Komodo hanya bisa dilihat oleh sedikit orang” kata Wanggel yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini.

Adapun Asosiasi Pariwisata Labuan Bajo yang hadir dalam RPD dengan DPRD Mabar hari ini ialah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Asosiasi Kapal Wisata (Askawai), Persatuan Penyelam Profesional Komodo (P3KOM), Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta (Gahawisri) dan PHRI.

Baca Juga:  Seorang Ibu Hamil di Mabar Terkonfirmasi Positif Covid-19

Selain itu, Himpunan Peramuwisata Infonesia (HPI), (Asosiasi Travel Agen Infonesia (Astindo), Asosiasi Angkutan Wisata Darat Labuan Bajo, Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp), Insan Pariwisata Indosesia (IPI), Dive Operator Comunity Komodo, Jaringan Kapal Rekreasi, Asosiasi Kelompok Usaha Unitas dan Barisan Pengusaha Pariwisata Labuan Bajo.