“Yang paling penting adalah komodo kita harus lestarikan bersama semua habitat yang ada di Pulau Komodo disitu ada burung kakak tua, kelelawar dan sebagainya, hutan dan lingkungan lautnya juga kita harus lestarikan bersama semua yang ada di sana, kami serahkan kepada ahlinya. Dari kesimpulan kajian yang ada itulah kita ambil untuk kita gunakan (sebagai kebijakan) yang secepat-cepatnya dan seadil-adilnya,” kata Wagu Josef Nae Soi dalam konferensi pers bersama KLHK bertajuk “Pemaparan Hasil kajian Pembatasan Pengunjung di Pulau Padar dan Pulau Komodo Taman Nasional Komodo”, Senin (27/6).

Baca Juga:  Sosok Wanita Menangis di Rumah Sambo Jadi Misteri, Pengacara: Si Cantik Berseragam Coklat

Taman Nasional Komodo merupakan salah satu kawasan konservasi yang termasuk dalam Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo bersama 4 DPSP lainnya yaitu Borobudur, Mandalika, Danau Toba dan Likupang.

Penetapan DPSP Labuan Bajo-Flores tidak terlepas dari keberadaan satwa komodo di Taman Nasional Komodo yang menjadi daya tarik bagi wisatawan, khususnya manca negara.

Berdasarkan hasil kegiatan monitoring intensif pada populasi biawak komodo di TN komodo oleh para ranger Balai TN Komodo dan peneliti dari Yayasan Komodo Survival Program (KSP) trend dugaan populasi biawak komodo di TN Komodo selama 4 tahun terakhir dalam keadaan stabil dengan kecenderungan sedikit peningkatan.

Baca Juga:  TNI Kerahkan Prajurit dan Alutsista Bantu Korban Bencana di NTT dan NTB

Dalam pemanfaatan kawasan khususnya wisata alam secara lestari/berkelanjutan, Balai TN Komodo selaku pemangku kawasan telah melakukan berbagai hal, antara lain peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan biawak komodo bersama Yayasan KSP, manajemen perairan bersama mitra, pemantauan sarang bertelur penyu dan kalong, patroli pengamanan, pembentukan Masyarakat Peduli Api, pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya.