Menteri Anas menerangkan bahwa pemerintah sudah menyiapkan beberapa skenario yang akan menemukan titik temu dari penataan honorer.

Terkait dengan kinerja, permasalahannya adalah kinerja pegawai belum sepenuhnya mencerminkan kinerja organisasi. Untuk itu, ke depan pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.

“Ini yang kita desain keselarasannya, antara kinerja individu dan kinerja organisasi sama,” jelas dia.

Isu keenam adalah digitalisasi manajemen ASN. Serta ketujuh adalah penguatan budaya kerja dan citra institusi.

RUU ini hadir sebagai payung untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik dengan mobilitas talenta nasional yang mengurangi kesenjangan talenta.

Anas menegaskan RUU ASN diharapkan bisa menjawab tantangan dan ekspektasi publik, sehingga butuh birokrasi yang fleksibel, dinamis, lincah, dan profesional.

Dalam rapat kerja dengan DPR RI, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan bahwa telah didengarkan pandangan mini dari seluruh fraksi yang ada terkait RUU ASN.

“Kita setujui RUU ini menjadi keputusan di tingkat I dan kemudian disampaikan ke rapat paripurna untuk diteruskan pengambilan keputusan pada tingkat II,” ujar Doli.

Doli juga menuturkan bahwa Komisi II DPR RI sepakat untuk mengawal sungguh-sungguh terkait RUU perubahan atas UU ASN, termasuk terhadap penyelesaian tenaga nonASN (honorer).