Jakarta – Sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dikhawatirkan bakal memberangus kebebasan pers dan berbenturan dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kekhawatiran ini disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan pakar komunikasi.

Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun menyoroti larangan penyiaran konten eksklusif jurnalisme investigasi dalam Pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran.

Menurutnya, larangan tersebut bertentangan dengan UU Pers dan menghambat tugas jurnalistik dalam menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat.

“Kalau UU Penyiaran versi baru ini tetap seperti ini tentu ada benturan antara UU Pers dan UU Penyiaran yang baru,” ujar Hendry.

Pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran, yakni Pasal 8A huruf q dan Pasal 50 B Ayat 2 huruf c. Draf RUU Penyiaran berisikan 14 BAB dengan jumlah total 149 Pasal.

Pasal 8A huruf q memberikan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Padahal selama ini kewenangan tersebut merupakan tugas Dewan Pers yang mengacu pada Undang-Undang Pers.