Yunita membuat skenario seolah-olah ada penarikan arisan yang sah, bahkan beberapa anggota non-komplotan dibiarkan melakukan penarikan untuk memperkuat kepercayaan anggota lainnya.

Namun, setelah arisan berjalan dan korban serta anggota lainnya mulai menyetorkan uang dalam jumlah besar, penipu dan komplotannya serempak menghilang tanpa jejak, membawa kabur uang hasil arisan.

Selain itu, menurut Aprilia, saat menjalankan aksinya, pelaku Yunita DH menggunakan KTP palsu dan mengaku berasal dari Bali. Namun, setelah ditelusuri di media sosial, ternyata pelaku merupakan warga NTT.

Baca Juga:  Menelisik Kasus Takjil Sianida di Bantul: Salah Sasaran, Masuk Pembunuhan Berencana?

“Aslinya NTT tapi dia mengaku orang Bali,” ungkap Aprilia sembari menunjukkan bukti KPT asli para pelaku.

Menurut Aprilia, saat ini seorang korban, Dana Sanitaya, telah melaporkan Yunita DH ke Direktorat Reserse Kriminal Khsusu (Dirkrimsus) Polda Jawa Barat pada Jumat, 12 Juli 2024. Korban yang merupakan mahasiswi itu melaporkan pelaku Yunita DH dengan tuduhan melakukan tindak pidana di bidang Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Kami sedang berusaha mati-matian kuliah sambil kerja malah ditipu. Untuk masalah uang kembali, kami pasrahkan pada yang di atas, untuk hukuman pada oknum semoga pihak berwajib segera menemukannya (pelaku) dan diberikan ganjaran setimpal,” tandas Aprilia.

Baca Juga:  Polisi Dalami Aliran Dana Gischa Debora ke Belanda terkait Kasus Penipuan Tiket Coldplay

Kasus ini menyoroti pentingnya kewaspadaan dalam bergabung dengan arisan online, terutama yang tidak memiliki kejelasan identitas dan latar belakang pengelolanya.

Mahasiswa, sebagai kelompok yang sering kali membutuhkan tambahan dana, menjadi sasaran empuk bagi para penipu yang memanfaatkan ketidakwaspadaan mereka.