Namun, pendukung pasangan lawan, Maksi-Ronal, yang berada di sisi lain ruangan, segera meneriakkan “Ganti bupati gagal!” yang memancing balasan dari kubu Hery-Fabi dengan teriakan “Dua periode!”

Ketegangan semakin meningkat ketika istri Heribertus Nabit, Meldianti Hagur, menghampiri pendukung Maksi-Ronal dengan klaim suaminya ditakdirkan untuk dua periode.

Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Yohanes Jimmy Nami, menilai bahwa fenomena ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

Menurutnya, Pilkada adalah ruang reflektif bagi masyarakat untuk mengevaluasi kepemimpinan daerah.

“Wajar jika ada seruan untuk mengganti kepala daerah atau mendorong sirkulasi elit. Pilkada adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menilai kepemimpinan yang ada,” ujarnya kepada Tajukflores.com, Senin (7/10) malam.

Jimmy menekankan bahwa Pilkada seharusnya tidak hanya dipandang sebagai rutinitas demokrasi, tetapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemilihan pemimpin yang berkualitas.

“Kepala daerah yang telah bekerja maksimal akan dinilai secara positif, sedangkan yang belum maksimal akan dievaluasi melalui Pilkada,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya peran elit politik dalam mengedukasi masyarakat selama Pilkada. Dengan demikian, suasana kontestasi akan tetap kondusif dan masyarakat lebih peduli terhadap kemajuan daerah.

“Masyarakat harus lebih peduli terhadap masa depan daerah dengan menjalankan hak politik mereka secara bijak, menciptakan suasana Pilkada yang kondusif untuk kemajuan bersama,” tutup Jimmy.