Jakarta – Pemerhati Pajak CITA, Fajry Akbar, memprediksi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 akan berdampak pada ‘guncangan-ganjing’ ekonomi, terutama dalam bentuk kenaikan harga-harga barang.

“Kenaikan tarif PPN ini pasti akan berdampak pada ekonomi secara umum. Tarif PPN yang naik akan mengerek harga-harga. Tapi kalau kita kalkulasikan, sebenarnya dampaknya tidak akan begitu besar, karena dalam sistem PPN kita ada fasilitas pajak,” kata Fajry di Jakarta, Rabu (13/3).

Fajry pun menyoroti hasil estimasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait dampak kenaikan PPN 12 persen. Estimasi Kemenkeu menunjukkan bahwa dampaknya terhadap inflasi hanya sebesar 0,4 persen.

“Itu pun dilakukan di tahun 2022, di mana inflasi sedang tinggi-tingginya akibat kenaikan BBM. Untuk 2025 kemungkinan besar dampak inflasi akan jauh lebih rendah,” ucap Fajry.

Meskipun demikian, Fajry tidak menampik bahwa kenaikan PPN 12 persen akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Hanya saja, hingga saat ini belum ada parameter yang menunjukkan berapa persen penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN tersebut.

“Pasti berdampak pada daya beli masyarakat, hanya yang jadi pertanyaan adalah seberapa besar. Kalau kita lihat, sekitar 50 persen dari aktivitas konsumsi masyarakat tidak masuk ke dalam sistem PPN kita,” ujar Fajry.

PPN 12 Persen Mulai Berlaku Kapan?

Menurut pemerintah, PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Sebelumnya, tarif PPN telah naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada tahun 2022. UU HPP juga memungkinkan tarif PPN diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa implementasi kenaikan tarif PPN akan dilakukan oleh pemerintahan mendatang.

“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” kata Airlangga dalam media briefing, Minggu (10/3).

Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Pada tahun 2022, kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% menghasilkan tambahan Rp60,76 triliun untuk kas negara.

Pada tahun 2023, dengan tarif PPN 11 persen, pemerintah mencatat penerimaan pajak dari PPN dan PPnBM senilai Rp764,34 triliun, tumbuh 11,16 persen yoy.

Saat ini, pemerintah tengah menyusun ancang-ancang penerimaan negara dalam APBN 2025 untuk pemerintahan baru.