Tajukflores.com – Sebuah rekaman suara Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang mendukung calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan tersebar luas di media sosial. Konfirmasi kebenaran rekaman tersebut datang dari putra Abu Bakar Ba’asyir, Abdul Rohim, yang akrab disapa Iim.

Abdul Rohim membenarkan bahwa suara dalam rekaman tersebut memang berasal dari ayahnya, Abu Bakar Ba’asyir. Menurut Abdul Rohim, Abu Bakar Ba’asyir secara aktif mengikuti perkembangan isu dan program politik dari para calon presiden.

Rekaman suara tersebut diambil sekitar satu minggu sebelumnya, saat ada jamaah yang bertanya kepada Ba’asyir mengenai Pemilihan Presiden (Pilpres).

Dalam rekaman yang diunggah akun TikTok @aniesvisioner, Abu Bakar Ba’asyir menyampaikan bahwa pilpres bukan ideologi, tetapi adalah alat. Menurutnya jika tujuan pilpres untuk membela Islam itu boleh. Caranya adalah dengan memilih presiden yang paham Islam.

Abu Bakar Ba’asyir menyebut calon presiden yang paham Islam itu adalah Anies Baswedan.

Lalu siapa Abu Bakar Ba’asyir yang mendukung Anies di Pilpres 2024?

Abu Bakar Ba’asyir bin Abu Bakar Abud adalah sosok yang kontroversial. Ia adalah seorang ulama, aktivis, dan pendiri Pondok Pesantren Al Mu’min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Namun, ia juga pernah dijatuhi hukuman penjara karena tuduhan terorisme.

Ba’asyir lahir di Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 17 Agustus 1938. Ia mengenyam pendidikan Islam di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, dan Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah.

Ba’asyir mulai aktif di dunia aktivisme sejak masa kuliah. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan menjadi ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).

Pada tahun 1972, Ba’asyir mendirikan Pondok Pesantren Al Mu’min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pondok pesantren ini menjadi tempat bagi Ba’asyir untuk menyebarkan ajaran Islamnya.

Ba’asyir dikenal sebagai sosok yang keras dalam beragama. Ia menolak asas tunggal Pancasila dan menyerukan penerapan syariat Islam di Indonesia.

Pada tahun 1983, Ba’asyir ditangkap karena dituduh menghasut orang-orang untuk menolak asas Pancasila. Ba’asyir juga melarang santrinya untuk hormat kepada bendera saat upacara karena dianggap syirik.

Tak hanya dituduh sebagai penghasut, Ba’asyir pun dianggap sebagai salah satu tokoh gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto) yang masih bagian dari Darul Islam (Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah).

Di persidangan, Ba’asyir dan Abdullah Sungkar divonis 9 tahun penjara. Namun, mereka berdua tidak terima putusan kasasi itu dan memilih kabur ke Malaysia.

Di Malaysia, Ba’asyir dan Sungkar membentuk Jamaah Islamiyah, sebuah organisasi radikal yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.