Ia menekankan bahwa rencana pembangunan harus sudah tercantum dalam dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pemerintah daerah.

Menurutnya, Kalau tiba-tiba ada di KUA PPAS atau plafon anggaran sementara, kemudian pemerintah menjanjikan bahwa tahun 2025 itu akan kita bangun, ini patut dipertanyakan.

Edi juga memaparkan tantangan anggaran yang dihadapi Manggarai, mengingat Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sebesar Rp160 miliar dengan APBD senilai Rp1,2 triliun, di mana 65% dialokasikan untuk belanja operasional, termasuk gaji untuk sekitar 5.800 pegawai negeri, THL, TPP, serta gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Karena begini bapa mama, gaji PPPK itu dibebankan kepada APBD II. Jadi, kalau pemerintah mengatakan ada Rp30 miliar lagi untuk rumah gendang, saya hanya mau tanya, bapak ambil uang itu dari mana?” tegas Edi Rihi.

Lebih lanjut, Edi Rihi mengingatkan bahwa jika sumber dana berasal dari pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), maka ASN berhak mengajukan protes.

“Tapi ingat bapa mama yang teman-teman pegawai negeri kalau bupati potong TP, saya mau katakan ganti ini bupati sepakat, jangan lagi kita pilih dia sepakat,” pungkas Edi Rihi.