JakartaJudi online terus menghiasi lanskap digital Indonesia dengan prevalensi yang mengkhawatirkan. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Muhammad Nidhal dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), faktor-faktor seperti rendahnya literasi digital dan keuangan, kurangnya ketegasan hukum terhadap pelaku, serta dorongan dari lingkungan sekitar turut menjadi pendorong utama maraknya perilaku judi online di masyarakat.

Dalam pernyataannya, Nidhal mengungkapkan bahwa akses mudah, iklan yang masif, ajakan dari teman, serta kurangnya pemahaman terhadap risiko menjadi faktor utama yang memicu perilaku candu dalam judi online.

“Literasi keuangan yang belum memadai, dorongan mencari keuntungan cepat, dan kebutuhan hiburan yang sifatnya candu menjadi penyebab utama maraknya judi online,” kata Nidhal di Jakarta, Selasa (25/6).

Data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 menunjukkan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya mencapai 49,6 persen, sedangkan literasi digitalnya mencatatkan angka 41,48 persen.

Kondisi ini menyoroti urgensi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam mengelola keuangan secara sehat dan mengenali risiko di ruang digital.

Dalam menjawab tantangan ini, Nidhal mendorong perlunya tindakan lebih lanjut untuk melindungi konsumen di ruang digital.