Advokat senior Petrus Selestinus menyoroti pengerjaan proyek di Kabupaten Sikka, NTT yang memiliki kualitas buruk. Petrus secara khusus menyoroti runtuhnya tembok bangunan Puskesmas Waigete pada akhir 2019 dan awal 2020.

Petrus mengatakan, rendahnya mutu bangunan yang dikerjakan oleh kontraktor pemenang tender atau karena penunjukan langsung, lebih disebabkan oleh soal mental kontraktor yang ingin mendapatkan keuntungan besar. Hal ini didukung oleh budaya ijonisasi dimana keuntungan yang seharusnya didapat oleh kontraktor disunat terlebih dahulu sebagai dana wajib setor setiap kontraktor yang menjadi kroninya bupati.

“Kasus Puskesmas Waigete adalah contoh nyata dari sekian banyak proyek yang dikerjakan oleh kontraktor nakal dan serakah yang hanya ingin mendapat keuntungan besar atau kontraktor yang karena kehilangan keuntungan yang diharapkan dari proyek yang dikerjakan, akibat praktek ijonisasi dimana kontraktor harus menyetorkan upeti terlebih dahulu untuk bisa memenangkan tender,” kata Petrus di Jakarta, Selasa (7/1).

Baca Juga:  Menkumham Bantah Adanya Upaya Lindungi Harun Masiku

Menurut Petrus, banyak kontraktor seenakmya mengerjakan bangunan proyek pemerintah, dengan prinsip asal jadi tanpa memikirkan kelayakan mutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan di dalam bestek.

“Banyak sudah kita lihat kenyataan dimana bangunan proyek pemerintah seperti jalan yang dikerjakan dengan sistim rabat, baru seumur jagung sudah hancur, juga bangunan gedung SD baru beberapa tahun dibangun sudah rubuh dan hacur tanpa ada pertanggungjawaban secara hukum karena pemerintah-pun diam,” jelasnya.

Ketika sebuah kontraktor menegerjakan proyek bangunan di luar kriteria yang ditentukan dalam bestek yang sudah diikat dengan perjanjian kerja pascatender, maka di situlah pelanggaran hukum secara pidana dan perdata terjadi.

“Dalam kasus bangunan Puskesmas Waigete, Polres Sikka atau Kejaksaan Negeri Maumere seharusnya proaktif memasang Police Line pertanda bahwa di loksi tembok yang runtuh itu merupakan TKP (Tempat Kejadian Perkara) sekaligus melarang orang untuk melintasi atau memasuki TKP demi mengamankan barang bukti dan  olah TKP,” kata dia.

Baca Juga:  Kronologi Siswa SD Dicabuli Driver Ojol di Rumah Kosong di Serang, Dijemput Saat Pulang Sekolah

Namun, lanjut Petrus, tindakan kepolisian seperti memasang Police Line itu tidak pernah terjadi. Para pemangku kepentingan di Sikka seolah-olah sudah saling tahu sama tahu, saling menyandera untuk saling melindungi satu sama yang lain.

“Yang menarik dan tidak elok dipandang mata oleh publik adalah reaksi Bupati Roby Idong entah pura-pura marah atau secara spontan marah sambil menegur dengan gaya tolak pinggang disertai gerakan hendak menendang pengawas proyek. Mestinya gaya tolak pinggang dan gerakan hendak menendang Roby Idong itu ditujukan kepada si cukong pemilik proyek, bukan kepada pengawas proyek yang tidak tau apa-apa tentang bestek dan kong kalingkong di balik itu,” ujar dia.