Tajukflores.com – Dalam masyarakat Manggarai di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), pernikahan atau perkawinan bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama kedua keluarga besar.

Oleh karena itu, jika terjadi perceraian, hal tersebut dianggap serius dan biasanya mendapat sanksi adat. Misalnya, jika perceraian diminta oleh pihak suami, maka keluarga suami harus memberikan ganti rugi kepada keluarga istri berupa hewan atau barang tertentu.

Demikian pula, jika perceraian diajukan oleh pihak istri, ia juga harus memberikan kompensasi yang sama kepada keluarga suami.

Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto: Facebook Bung Akar Seferi
Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto: Facebook Bung Akar Seferi

Tujuan utama dari pernikahan dalam masyarakat Manggarai adalah untuk memiliki keturunan demi kelangsungan generasi dan masyarakat. Doa adat dalam pemberkatan pernikahan selalu menekankan pada harapan untuk memiliki banyak keturunan dalam kehidupan berumah tangga.

Dalam budaya Manggarai, pernikahan memiliki dimensi sakral yang melibatkan para leluhur (empo/ceki/wura) dan Tuhan (Mori). Sebelum melamar, mereka meminta restu dan bimbingan dari para leluhur dan Tuhan. Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang direstui dan dikuatkan oleh para leluhur dan Tuhan.

Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto: Facebook
Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto: Facebook Bung Akar Seferi

Melalui adat istiadat dan tradisi yang terpelihara dengan baik, masyarakat Manggarai memandang pernikahan sebagai sebuah upacara yang lebih dari sekadar hubungan antar individu, tetapi juga sebagai penghormatan kepada leluhur dan Tuhan, serta jaminan bagi kelangsungan generasi yang akan datang.

Ritual Wagal adalah salah satu tradisi dalam pernikahan adat Manggarai. Ritual ini dianggap sebagai puncak pengesahan adat dan dilaksanakan setelah kedua mempelai resmi menikah melalui sakramen pernikahan.

Prosesi Wagal diawali dengan ritual “hising”, di mana kedua mempelai diantar oleh keluarga dan tokoh adat ke tempat pemakaman leluhur mempelai wanita. Di sana, mereka menyalakan lilin sambil berdoa dan memohon restu kepada para leluhur. Kemudian, prosesi dilanjutkan dengan “compang”, yaitu mesbah atau tempat untuk mempersembahkan sesajen sebagai penghormatan kepada leluhur.

Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto Facebook Bung Akar Seferi
Prosesi adat Wagal di Kabupaten Manggarai. Foto Facebook Bung Akar Seferi

Sesajen yang dipersembahkan bisa berupa ayam putih dan telur ayam kampung. Ritual inti dari prosesi Wagal berpusat di rumah adat. Dalam prosesi ini, pemuka adat memanjatkan doa untuk kedua mempelai sambil menyembelih ayam jantan berbulu putih sebagai hewan kurban.

Puncak acara Wagal dihiasi dengan pertunjukan tari Caci di tengah-tengah kampung. Penari Caci berasal dari marga keluarga kedua mempelai dan diikuti oleh para penari dari desa-desa sekitar.

Ritual Wagal dalam pernikahan adat Manggarai bukan hanya sekedar prosesi adat, namun juga menjadi pengingat akan nilai-nilai leluhur, upaya pelestarian budaya, dan atraksi wisata yang menjaga keunikan warisan budaya ini.