Kriteria-kriteria berikut yang bersumber dari Ajaran Sosial Gereja maupun falsafah negara Pancasila kiranya dapat mencerahkan dan menginspirasi kita dalam menentukan pilihan politik yang benar dan bijalcsana.
Gereja berwewenang dan terpanggil untuk membimbing umat-Nya dan semua orang berkehendak balk agar secara bebas dan dengan hati nuraninya dapat membuat putusan politik yang bertanggungjawab dalam terang nilai-nilai Injili (bdk. GS 43).
Pertama: Carilah pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menahkodai bangsa ini menuju kemakmuran, keadilan dan solidaritas sosial bagi seluruh rakyat (Sila Kelima). Prinsip kesejahteraan umum (bonum commune) (GS 26) ini menolak praktik nepotisme, kolusi dan korupsi (KKN).
Kapabilitas kepemimpinan dan integritas moral calon pemimpin tersebut mesti-teruji dan terpuji” tidak hanya dalam visi-misi mereka ke depan, tetapi juga “terbukti” dalam rekam jejak kinerjanya di masa lampau.
Kedua: Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa pribadi manusia adalah dasar dan tujuan dari semua kehidupan politik (GS 25). Seluruh dinamika kenegaraan bertujuan untuk mengembangkan dan menegakkan martabat dan harkat kemanusiaan setiap insan (Sila Kedua).
Oleh sebab itu, carilah pemimpin yang peduli dan berbelarasa terhadap sesama anak bangsa khususnya yang Iemah dan rentan. Dan pilihlah calon “pemimpin twat” yang dapat menegakan HAM serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bernegara.
Ketiga: Sejarah kelam bangsa dalam zaman Orde Baru dihantui oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, otoriter, rekayasa dan kekerasan. Kita bersyukur atas fajar demokrasi yang terbit sejak era reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa.
Demokrasi berarti dinamika politik “dart rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” yang mengandung unsur partisipasi dan tanggung jawab” (CA 46).
Oleh sebab itu, marilah kita memilih pemimpin yang sungguh lahir dari proses demokratis yang benar dan tepat, serta yang berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan rakyat, atika dan demokrasi (Sila Keempat).
Keempat: Suatu bangsa pertama-tama merupakan kebersamaan kehidupan dan nilai, yang membentuk persekutuan rohani dan moral. Menurut Paus Yohanes XXIII kehidupan bersama suatu bangsa adalah sebuah peristiwa spiritual (PIT AAS 55, 266).
Maka politik harus menjamin warga untuk beriman dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing serta menemukan Allah sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya yang sejati (Sila Pertama).
Karena itu carilah pemimpin yang beramanah dan beribadah, yang religius, toleran dan inklusif. Sebaliknya hindarilah memilih pemimpin yang dalam rekam jejaknya memanfaatkan agama sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka (politik identitas).
Kelima: Indonesia adalah sebuah lukisan bangsa magis mempesona karena dibentuk oleh mosaik-mosaik indah keunikan dan keanekaragaman suku, adat istiadat, bahasa, dan agama. Kesatuan dalam keragaman yang saling menghargai dan melengkapi inilah yang menjamin kelanggengan dan kemakmuran bangsa dalam sejarah.
Sosialitas manusia tidaklah seragam tetapi beragam. Kesejahteraan bersama ditentukan oleh kemajemukan yang sehat (KASG 151). Karena itu pilihlah calon yang paling mampu menegakkan empat pilar kebangsaan: NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 45 (Sila Ketiga).
Para imam dan umat beriman yang dikasihi Tuhan!
Marilah kita bersama-sama terlibat mensukseskan Pemilu yang jujur, adil, bebas dan damai. Secara lchusus, saya menugaskan para imam dan pimpinan umat di paroki, stasi, ICBG, lembaga dan komunitas untuk mencerahkan umat agar dapat berpartisipasi dan memilih sesuai etika politik Kristiani dan prinsip Pancasila di atas.
Para kierus hendaknya memberi bantuan spiritual dan moral kepada umat yang memilih maupun calon yang berlaga dalam Pemilu (bdk. AA 25).
Saya mengajak umat, khususnya kaum muda sebagai pemilih pemula, untuk memilih dengan hati nurani yang jernih. Pilihlah pemimpin yang “baik dan mampu”, serta tidak mudah terbuai oleh gimik politik yang membius dan menipu. Janganlah melupakan sejarah dan perhatikan secara cermat dan objek-tif rekam jejak setiap colon.
Saya menghimbau para calon pemimpin bangsa dan calon anggota legistlatif serta para pendukungnya untuk bertarung dalam Pemilu secara jujur dan ksatria, menolak cam hoaks dan manipulasi, melawan kekerasan serta menggelorakan semangat persaudaraan dan kebangsaan.
Pemilu terjadi hanya sekali dalam lima tahun, tetapi kita semua adalah anak-anak ibu pertiwi Indonesia yang satu dan sama untuk selama-lamanya.
Tak lupa saya mengingatkan Penyelenggara Pemilu (KPU, PPS, Bawaslu), Pemerintah, TNI/Polri, Instansi Hukum dan aparat negara lainnya untuk menjalankan fungsinya dengan netral, jujur dan bertanggungjawab.
Pemilu tahun ini bertepatan dengan hari Rabu Abu. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemilu, sekaligus pelaksanaan ibadat, saya menetapkan bahwa perayaan hari Rabu Abu diadakan pada hari Kamis (15 Februari) dan pagi sampai dengan sore hari. Sedangkan penerimaan abu di stasi-stasi boleh dilakukan pula pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2024.
Akhirnya mad kita terus menjaga situasi tenang dan nyaman di wilayah kita menjelang Pemilu ini. Mad kita berdoa dan turut berjuang demi Pemilu yang Luber dan Jurdil.
Ikutlah mengawasi seluruh proses Pemilu. Dan terimalah hasil Pemilu dengan sportif dan damai. Pemilu kali ini bertepatan dengan Valentine.
Kiranya cinta kasih merangkul dan memeluk semua pihak yang bertarung, serta cinta kasih pula yang senantiasa meresapi seluruh derap kehidupan politik bangsa kita selanjutnya. Omnia in Caritate. Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih (1 Kor 16:14).
Ruteng, 16 Januari 2024
Uskup Ruteng
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.