Padang – Sebuah diskusi bedah buku bertajuk “Buku Hitam Prabowo Subianto: Catatan Kelam Reformasi 98 dan Masa Depan Demokrasi Indonesia” yang digelar di Kafe Pagi Tepi Pantai, Kompleks Universitas Negeri Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin 22 Januari 2024 sore, diwarai ricuh.
Diskusi yang menghadirkan Azwar Furgudyama, penulis buku tersebut, serta sejumlah narasumber lainnya, diwarnai aksi protes dari sekelompok pemuda yang diduga “penyusup”.
Mereka meminta diskusi tersebut dihentikan karena dianggap sebagai bagian dari kampanye terselubung dan “kampanye hitam”.
Azwar Furgudyama yang juga putra asli kelahiran tanah Minang tersebut dengan suara lantang menegaskan, dirinya menantang pihak-pihak yang merasa dirugikan dari buku tersebut, agar membantah sejumlah data dan fakta terhadap keterlibatan Prabowo Subianto pada penculikan aktivis 98 dan dalang dibalik kerusuhan Mei 98 di era orde baru.
“Publik harus tahu bahwa Prabowo Subianto secara faktual dan tidak bisa dibantah oleh sejarah di negara ini adalah orang satu-satunya petinggi militer pada tahun 1998 yang dipecat dari dinas kemiliteran oleh Dewan Kehormatan Perwira. Itu yang masyarakat Indonesia hari ini harus tau,” jelas Azwar.
Menurut Azwar, buku tersebut bukan bermaksud untuk kampanye hitam kepada sosok tertentu. Tapi, ini merupakan fakta sejarah yang belum terungkap dan diselesaikan.
Ia menuturkan, bahwa tidak ingin Indonesia memiliki pemimpin yang memiliki sejarah kelam masa lalu.
Azwar mengakui, pada Pemilu 2014 dan 2019 dirinya mendukung Jokowi. Tujuan dukungan tersebut, agar mengalahkan Prabowo sebagai pelanggar HAM yang menculik kawan-kawannya di tahun 98.
Selain itu, Azwar menilai, Prabowo merupakan ancaman terbesar demokrasi Indonesia untuk masa depan. Khususnya untuk pengusaha non pribumi.
“Kita semua bertanggungjawab untuk menyelamatkan bangsa ini dari kepeminpinan yang otoriter dan feodal sebagai warisan orde baru. Apalagi pada hari ini, wakilnya pelanggar konstitusi atau etik,” kata Azwar.
Sementara itu, Sarah Azmi, Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Sumatera Barat (PBHI), menjelaskan, pihaknya sangat konsen pada isu HAM.
Sarah mengatakan, banyaknya kasus pelanggaran HAM di Sumatera Barat dipicu oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan tidak mempertimbangkan kemanusian dan HAM.
Bahkan, kata Sarah, pada konteks pelanggaran HAM Berat Masa lalu, sejauh ini Negara seolah-olah membiarkan pelaku pelanggar HAM dan kekuasan masih membiarkannya untuk menjadi orang nomor satu di republik ini.
“Kami mengajak kepada generasi muda agar sama-sama mengawal kasus pelanggaran HAM Berat Masa lalu dan pelanggaran HAM pada hari ini,” jelas Sara.
Sementara itu, Dr. Muhammad Jamil, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, menjelaskan, akhir-akhir ini harus diakui ketakutan itu terjadi juga di kalangan akademis.
“Negara yang menganut sistem demokrasi semestinnya tidak takut dalam berpendapat. Karena demokrasi tidak mengenal ancaman dan bahkan teror kepada publik,” jelas Jamil.
Menurut Jamil, Buku Hitam Prabowo ini tidak bermasalah. Karena memang berbasis data-data dan sejumlah informasi penting yang sangat akurat. Maka, buku ini layak untuk dibaca oleh publik. Karena sejauh ini, Buku Hitam ini belum ada yang membantah.
Jamil juga menyoroti terkait dinamika demokrasi yang terjadi belakangan ini. “Demokrasi kita ini telah diperkosa oleh segelintir orang,” jelas Jamil.
Hal itu, jelas Jamil, terkonfirmasi melalui keputusan MKMK di mana terjadi pelanggaran etik berat pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wapres pada Pemilu 2024 mendatang.
Panitia penyelenggara diskusi, Yoga***, mengatakan, diskusi tersebut digelar untuk memberikan informasi kepada publik tentang fakta sejarah yang belum terungkap.
“Kami ingin publik tahu siapa sebenarnya Prabowo Subianto. Kami tidak ingin Indonesia dipimpin oleh orang yang memiliki sejarah kelam masa lalu,” kata Yoga.
Diskusi tersebut berlangsung selama kurang lebih dua jam. Meskipun sempat diwarnai ricuh, diskusi tersebut tetap berjalan dengan lancar.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.