Jakarta – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menghormati proses hukum, namun berharap para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Hal itu terkait dengan proses penyidikan menyangkut dugaan korupsi di Kota Semarang, diduga terkait Walikota Hevearita G.Rahayu.

Hasto mengatakan itu menjawab pertanyaan wartawan di sela peringatan 27 Juli 1996, di Jakarta, Sabtu (20/7).

“PDIP percaya dan kami menghormati seluruh proses hukum tersebut hanya dilakukan dengan prinsip praduga tak bersalah dan mengedepankan kebenaran dalam hukum, jangan hukum ditunggangi oleh alat kekuasaan,” kata Hasto menanggapi pertanyaan wartawan soal pengusutan kasus di Semarang.

Hasto mengingatkan bahwa peristiwa menyangkut Semarang membuat pihaknya mengingat lagi penanganan kasus korupsi di NTT, yang dilakukan jelang pilkada tahun 2018.

Saat itu, calon gubernur yang diusung PDIP, Marianus Sae, tiba-tiba dijadikan tersangka oleh KPK, dekat dengan waktu pemilihan gubernur NTT.

Akibatnya, PDIP yang jadi ‘pincang’ akhirnya kalah.

“Sebenarnya secara historis menjelang pilkada serentak memang ada berbagai dinamika politik hukum yang digerakkan oleh kebenaran, kepentingan politik lain ini yang terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya. Dulu di NTT saudara Marinus Sae, itu juga dalam rangka pilkada sekarang menjadi ambigu di dalam proses penegakan hukum,” kata Hasto.

Sekedar informasi, mantan Bupati Ngada, Marianus Sae bebas setelah mendekam di Lapas Porong Sidoarjo, Jawa Timur sejak 2018 lalu. Marianus bebas bersyarat dari vonis 8 tahun penjara.

Marianus divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tipikor Surabaya pada 14 September 2018. Majelis hakim juga menghapus hak politiknya selama empat tahun.

Dalam amar putusan, Marianus terbukti melakukan korupsi dalam proyek di Pemkab Ngada NTT senilai lebih dari Rp6,1 miliar.

Majelis hakim menilai Marianus telah melanggar Pasal 12 a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Dalam persidangan, Marianus Sae didakwa Jaksa KPK telah menerima uang Rp 5,9 miliar terkait proyek di Kabupaten Ngada.