Jakarta – Ignas Kleden, cendekiawan dan sastrawan Indonesia, meninggal dunia pada Senin, 22 Januari 2024 dini hari. Ia menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Suyoto, Jakarta Selatan, pada pukul 03.46 WIB.
Ignas Kleden meninggal dunia di usia 76 tahun. Ia meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman membagikan kabar duka ini melalui akun media sosialnya.
“Pagi ini saya dapat kabar Pak Ignas Kleden wafat. Kabar duka untuk negeri,” tulisnya di Twitter.
Benny mengatakan bahwa Ignas adalah intelektual besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia sekaligus juga menjadi lilin bagi masyarakat dan bangsanya.
“Beliau adalah salah satu intelektual besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Karya-karyanya telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia,” kata Benny.
“Beliau juga adalah sosok yang rendah hati dan selalu peduli terhadap masyarakat dan bangsanya. Beliau selalu menjadi inspirasi bagi kita semua,” tambahnya.
Pagi ini saya dapat khabar Pak Ignas Kleden wafat. Khabar duka utk negeri. Ignas adalah intelektual besar yg pernah Indonesia punya. Benar2 sebagai guru bangsa. Dia menjadi lilin utk masyarakat dan bangsanya. Kini dia pergi, selamanya. Selamat jalan pak Ignas. Beristirahatlah…
— Benny K Harman (@BennyHarmanID) January 22, 2024
Ignas Kleden lahir di Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada 19 Mei 1948. Sejak awal tahun 1970-an, ia dikenal aktif sebagai sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra.
Ignas menulis esai yang dimuat di berbagai media massa, termasuk Harian Kompas, Tempo, dan Jurnal Prisma.
Salah satu esainya, “Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan”, pernah dimuat di Harian Kompas tahun 1997 dan menjadi cerpen pilihan Kompas di tahun itu.
Pada tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, Ignas menerima Penghargaan Achmad Bakrie.
Penghargaan ini diberikan atas kontribusinya yang turut mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat esai dan kritik kebudayaannya.
Semasa hidupnya, Ignas pernah bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.
Di tahun 2000, ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.