Labuan Bajo – Asap hitam tebal terlihat membubung tinggi saat kapal wisata Maheswari terbakar saat berlabuh di Pulau Rinca, kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Labuan Bajo Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Sabtu, 12 Oktober 2024.
Kapal dengan Gross Tonnage (GT) 109 itu mengangkut 11 wisatawan asing, 5 wisatawan lokal, dan 6 kru kapal, termasuk nakhoda. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, dan seluruh penumpang berhasil dievakuasi oleh tim emergency gabungan.
Kebakaran terjadi sekitar pukul 15.00 WITA, diduga akibat korsleting pada genset yang menyebabkan bangunan atas kapal terbakar habis.
“Tim Emergency Gabungan langsung turun untuk mengevakuasi penumpang. Kapal ditarik ke area yang aman untuk labuh jangkar,” ujar Stephanus Risdiyanto, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo, Minggu (13/10) malam.
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada pencemaran yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut.
Kecelakaan yang Berulang
Peristiwa kecelakaan kapal wisata di perairan Labuan Bajo bukanlah yang pertama kali. Menurut Stephanus, sejak Januari hingga Oktober 2024 sudah ada 4 kapal wisata yang terbakar di perairan tersebut, meskipun ia tidak memberikan rincian lengkap tentang kapal-kapal tersebut.
Data dari Tajukflores.com, rentetan kecelakaan kapal wisata di perairan Labuan Bajo dan sekitarnya telah menjadi perhatian serius, setelah serangkaian insiden yang terjadi sejak awal 2023 hingga Oktober 2024.
Berbagai peristiwa seperti kebakaran, tenggelam, dan kapal kandas menimbulkan korban cedera hingga korban jiwa, yang mayoritas melibatkan wisatawan mancanegara.
Dimulai pada 16 Januari 2023, ketika KM Dunia Baru Komodo terbakar di Komodo Resort, Pulau Sebayur, dengan tujuh turis asing di dalamnya.
Tak lama berselang, pada 23 Januari 2023, KM Tiana Liveaboard tenggelam di perairan Batu Tiga, yang sebelumnya juga mengalami insiden serupa pada 28 Juni 2022, menewaskan dua wisatawan.
Berbagai insiden serupa terus berulang, seperti KM Lalong Koe yang tenggelam pada 20 Mei 2023 dan mengakibatkan empat wisatawan cedera, serta KM Kaia yang tenggelam di perairan Pulau Mauwang pada 17 Juli 2023, menewaskan satu wisatawan.
Beberapa insiden lainnya, seperti KM Teman Baik pada 22 Juli 2023 dan KM Duta Samota pada 5 Agustus 2023, juga mengakibatkan kerugian besar namun tanpa korban jiwa.
Peristiwa terbaru pada 6 Oktober 2024, yakni tenggelamnya Speedboat Ohana di perairan Pulau Siaba, yang mengangkut 29 wisatawan mancanegara, kembali mengingatkan akan pentingnya standar keselamatan yang lebih ketat.
Sebelumnya, pada 23 September 2024, Kapal Pinisi Nayara terbakar saat berlabuh di dekat Pelabuhan Marina Waterfront, menambah panjang daftar kecelakaan kapal di kawasan wisata ini.
Harus Berbenah, Jangan Sampai TNK Dijuluki ‘Peti Mati’
Hingga kini, jaminan keselamatan wisatawan di kawasan wisata super prioritas seperti Taman Nasional Komodo (TNK) belum mendapatkan perhatian serius dari otoritas pelayaran.
Doni Parera, seorang aktivis setempat, menegaskan bahwa harus segera dilakukan evaluasi menyeluruh untuk memperbaiki situasi.
Menurutnya, pemerintah wajib meminta masukan dari semua pemangku kepentingan.
“Jika tidak, citra pariwisata kita yang dibangun dengan susah payah akan dipertaruhkan. Jangan sampai perairan TNK dijuluki ‘peti mati’ bagi wisatawan akibat seringnya terjadi kecelakaan, terutama pada sarana transportasi,” tegas Doni.
Ia juga menekankan bahwa perekrutan kru kapal harus dilakukan secara ketat, memastikan mereka memiliki sertifikat atau ijazah resmi yang dapat diverifikasi.
“Hal ini penting untuk mencegah ada yang bekerja dengan ijazah asli tapi palsu (ASPAL), yang bisa mengakibatkan pekerjaan serta pelayanan tidak profesional, lalu berujung pada kecelakaan fatal,” jelasnya.
Doni juga meminta agar dibuat regulasi dan SOP yang lebih ketat, dengan pengawasan maksimal, serta pelatihan reguler kepada kru kapal. Tujuannya adalah agar mereka selalu memahami tugas secara profesional, dengan disertai sanksi berat bagi yang melanggar.
“Sebagai contoh, kapal yang terlibat kecelakaan, baik perusahaan, kru, maupun kapalnya, tidak boleh diizinkan beroperasi di kawasan TNK minimal selama dua tahun. Ini untuk mencegah perusahaan yang hanya mengejar keuntungan dengan menggaji pekerja yang tidak kompeten,” ujarnya.
“Sekarang ini kita sedang bertindak gegabah, menciptakan citra buruk untuk pariwisata kita sendiri, terutama di kawasan TNK,” lanjutnya.
Doni juga menambahkan bahwa banyak satwa di TNK yang dicuri, dan wisatawan sering kali meninggal dunia setelah trekking, snorkeling, atau dalam pelayaran yang tidak aman. Hal ini, menurutnya, berpotensi mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo.
“Padahal, kita sedang bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam untuk menarik sebanyak-banyaknya wisatawan. Pariwisata adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan melibatkan berbagai profesi, sehingga harus berjalan sesuai harapan,” jelasnya.
Menurut Doni, dalam konteks NTT, pariwisata dianggap sebagai salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan, terutama kemiskinan ekstrem.
“Kita perlu mendorong evaluasi menyeluruh dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Jangan sampai kita terus bertindak ceroboh yang pada akhirnya merugikan kita sendiri,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Hendrikus Rani Siga, mengatakan bahwa para pemilik kapal harus memperhatikan kelengkapan kapal serta memastikan keamanan dan kenyamanan sesuai SOP sebelum berlayar, termasuk mematuhi jalur pelayaran yang telah ditetapkan.
“Jalur pelayaran sudah ditentukan, jangan sampai keluar dari jalur. Sebelum berlayar, pastikan semua kelengkapan sudah dicek dan lengkap,” tegasnya.
Hendrikus juga menjelaskan bahwa jika ada indikasi kerusakan terhadap terumbu karang akibat kebakaran kapal wisata, seperti tumpahan minyak, pihak yang bersangkutan akan diminta bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan.
“Kami akan memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan. Jika ada indikasi kerusakan, mereka harus bertanggung jawab untuk memulihkan kondisi di lokasi kerusakan tersebut. Baik kecelakaan maupun tindakan yang disengaja, semua harus dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.