Tangerang Selatan – Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dengan dugaan kasus perundungan yang melibatkan “Geng Tai” di Binus School, Tangerang Selatan. Kasus ini mencuat setelah akun media sosial @BosPurwa menuduh geng tersebut melakukan kekerasan terhadap seorang siswa.

Kasus ini langsung menjadi perbincangan panas di media sosial. Nama “Vincent”, “Geng Tai”, dan “Binus” menduduki trending topic di Twitter.

Netizen ramai-ramai membagikan foto dan video yang diduga terkait “Geng Tai”, serta menyampaikan beragam komentar mulai dari penamaan geng hingga spekulasi terkait kekerasan yang terjadi.

Salah satu anggota kelompok tersebut diduga merupakan anak dari Vincent Rompies. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa korban dipukul dan disudutkan dengan rokok oleh anggota ‘Geng Tai’.

Subkultur Berujung Kekerasan?

Informasi yang beredar menyebutkan “Geng Tai” merupakan subkultur yang terbentuk di sebuah toko kecil dekat Binus School. Berawal dari tempat kumpul-kumpul, kelompok ini diduga melakukan kegiatan terlarang seperti merokok dan kekerasan.

Lebih lanjut, dikabarkan terdapat “penataran” yang dikendalikan oleh senior dan sudah berlangsung turun-temurun selama sembilan generasi. Untuk menjadi anggota “Geng Tai”, diisukan ada syarat dan aturan khusus yang harus dipenuhi.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan Ipda Galih Dwi Nuryanti membenarkan hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan medis dan visum. Luka bakar yang dialami korban diduga disebabkan benda panas, namun jenis benda tersebut masih dalam penyelidikan.

“Untuk korban terhadap luka yang dialami sudah kami lakukan visum. Di sebagian tubuhnya ada banyak luka memar,” ujar Galih saat dikonfirmasi, Senin (19/2)).

Selain itu, terdapat juga luka bakar yang disebabkan oleh benda panas. Namun, Galih belum menjelaskan secara terperinci benda panas yang mengakibatkan luka bakar tersebut.

“Juga ada luka bakar akibat terkena suatu benda yang panas. Saat ini masih kami lakukan proses penyelidikan,” ungkap Galih.

Sementara pihak Binus School melalui surat keterangan resmi menyatakan tidak dapat mengungkap detail kejadian karena melibatkan anak di bawah umur.

Meski demikian, sekolah menyerukan kepada komunitas sekolah untuk menjaga budaya kebaikan, empati, dan inklusivitas demi menciptakan lingkungan yang positif dan bermartabat bagi semua.

“Kami meminta semua pihak di komunitas sekolah untuk menjaga budaya kebaikan, empati, dan inkusivitas. Melalui upaya kolektif, kita semua bisa menciptakan lingkungan yang positif dan bermartabat, sehingga semua orang bisa tumbuh secara akademik, sosial, dan emosional,” tertera dalam surat keterangan resmi Binus School, seperti dikutip pada Senin (19/2).

.