Jakarta – Polemik pembentukan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu ramai, belakangan ini. Dorongan membentuk hak angket semula didorong Capres Ganjar Pranowo kepada partai pengusungnya. Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) mengatakan sepakat dengan pembentukan hak angket.

Menurut pria yang beken disapa JK itu, dengan adanya hak angket akan menjadi momentum bagi pihak yang tergugat untuk melakukan klarifikasi terhadap kecurigaan-kecurangan pemilu baru-baru ini. Sementara itu, dari penggugat nantinya bisa menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul.

Hal tersebut disampaikan JK usai menghadiri ujian promosi doktor Mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Universitas Indonesia,sabtu (24/2/)

“Tentunya hak angket itu baik bagi kedua belah pihak, karena sekarang banyak isu bahwa ini ada masalah. Jadi, kalau ada angket kalau memang tidak ada soal, itu bagus, sehingga menghilangkan kecurigaan,” kata JK kepada wartawan, Sabtu.

JK berharap kepada pihak tergugat bila tidak merasa bersalah, tak perlu khawatir terhadap hak angket yang diajukan DPR. Namun demikian, JK mengungkapkan apabila pihak tergugat merasa khawatir itu bisa menjadi indikasi adanya kecurangan pada pemilu 2024 terutama pilpres.

“Jalani saja tidak usah khawatir. Kalau memang tidak apa-apa bisa jadi klarifikasi kecuali ada apa-apa tentu takut jadinya,” tutur JK.

Hak Angket Tak Tepat Usut Dugaan Kecurangan Pemilu

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai penyelesaian dugaan kecurangan pemilu tak bisa melalui mekanisme hak angket atau interpelasi DPR. Yusril mengatakan lembaga yang memiliki otoritas menyelesaikan sengketa pemilu ialah Mahkamah Konstitusi (MK).

Yusril mengatakan, penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Pasalnya, kata dia, hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi atau hanya berupa pernyataan pendapat DPR.

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengatakan UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK.

Yusril mengatakan perihal hak angket memang diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 dan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Dua aturan itu terkait fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum.

Selain itu, Pasal 24C UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum. Dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

“Saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” ucap Yusril.

Di sisi lain, lanjut Yusril, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres akan menciptakan kepastian hukum. Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung kepada kekacauan.