Tajukflores.com – Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman, menyampaikan keprihatinannya terkait mayoritas dari 11 calon siswa (casis) taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dari Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2024 sebagian besar diduga merupakan anak-anak non-NTT.
Daftar tersebut telah memicu kontroversi di kalangan masyarakat, dengan banyak yang mempertanyakan transparansi dalam proses seleksi casis taruna Akpol 2024.
Benny menilai penting bagi Panitia Seleksi Mabes Polri untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik apakah benar dari 11 taruna Akpol Polda NTT yang dinyatakan lolos benar-benar memiliki KTP NTT atau NTT hanya dipakai sebagai tempat untuk sekadar memenuhi kuota setiap provinsi.
“Jika perlu, audit prosesnya, dan jika ini yang terjadi, sebaiknya 11 orang yang dinyatakan lulus ini segera dianulir,” ujar Benny saat dimintai tanggapannya oleh Tajukflores.com, Minggu (7/7).
Sebaliknya, kata Benny, jika proses seleksi taruna Akpol yang dilakukan Panitia Seleksi Mabes Polri benar-benar obyektif dan transparan, bukan titipan anak-anak pejabat, tidak ada nepotisme, dan benar-benar telah mempertimbangkan keadilan wilayah, maka masyarakat NTT harus menghormati proses seleksi taruna Akpol yang dilakukan.
“Maka saya juga meminta masyarakat NTT harus menghormati proses seleksi taruna Akpol yang dilakukan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini.
Benny juga menekankan bahwa sistem rekrutmen taruna Akpol seharusnya dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel, dan obyektif serta nondiskriminatif, jauh dari nepotisme dan titipan anak-anak pejabat.
“Tentunya dengan mempertimbangkan keadilan wilayah nusantara dan keseimbangan daerah,” ujar Benny.
Respon Kapolda NTT
Diketahui, kelulusan 11 casis Akpol asal Polda NTT tahun 2024 menuai protes dari netizen. Pasalnya, mayoritas casis yang lolos ke Mabes Polri untuk mengikuti seleksi selanjutnya bermarga Batak alias diduga bukan asli orang NTT.
Protes ini muncul di media sosial setelah pengumuman kelulusan casis Taruna Akpol Panda Polda NTT tahun ajaran 2024 pada Rabu (3/7).
Adapun 11 casis Akpol itu adalah Yudhina Nasywa Olivia (Wanita), Arvid Theodore Situmeang, Reynold Arjuna Hutabarian, Mario Christian Bernalo Tafui, Bintang Lijaya, Ketut Arya Adityanatha, Brian Lee Sebastian Manurung, Timothy Abisai Silitonga, Muhammad Rizq Sanika Marzuki, Madison Juan Raphael Karna Silalahi, dan Lucky Nuralamsyah.
Dari 11 casis yang lolos, mayoritas berasal dari daerah tertentu, sehingga memicu kecurigaan netizen bahwa proses seleksi tidak berjalan transparan dan adil.
Beberapa netizen mempertanyakan mekanisme seleksi dan meminta Polda NTT untuk memberikan penjelasan terkait asal usul para casis yang lolos.
Merespon hal tersebut, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga menegaskan bahwa penerimaan casis Akpol, Bintara, hingga Tamtama Polri telah melalui mekanisme yang berlaku dan tanpa intervensi.
“Saya selaku Kapolda tidak bisa intervensi atau mempengaruhi hasil yang di laksanakan oleh Panitia yang diawasi oleh Internal Polri maupun pengawas eksternal dari masyarakat, perwakilan orang tua dan akademisi,” kata Daniel kepada wartawan Sabtu (6/7), dikutip dari Pos Kupang.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy menyatakan bahwa proses rekrutmen dilakukan secara terbuka dan transparan.
“Sehingga lulusan SMA/SMK yang memenuhi syarat bisa mendaftar ke Polres. Proses seleksi administrasi dilakukan secara berjenjang di tingkat Polres dan Panda Polda NTT,” jelasnya.
Ariasandy menambahkan bahwa selama proses rekrutmen berlangsung, pengawasan ketat dilakukan oleh internal maupun eksternal Polri.
“Selama pelaksanaan proses, semua tahapan diawasi secara ketat oleh pengawas internal (Itwasda dan Propam) serta pengawas eksternal dari berbagai kalangan seperti IDI, Himpsi, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jurnalis, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pemuda dan Olahraga, LLDikti, Bidang Meteorologi,” terangnya.
Setiap tahapan tes, lanjut Ariasandy, dilakukan secara transparan dengan sistem one day service di mana hasilnya langsung diumumkan pada hari itu juga.
“Ujian psikologi dan akademik dilakukan menggunakan sistem CAT dengan fasilitas laboratorium komputer di sejumlah sekolah di Kota Kupang,” ujarnya.
Ariasandy menekankan bahwa panitia tidak dapat mengubah hasil perolehan nilai karena sudah diolah dalam sistem dan peserta sudah mengetahui nilai setiap selesai tahapan pendaftaran.
“Seluruh hasil tes langsung ditayangkan dan ditandatangani peserta serta pengawas. Setiap habis pelaksanaan tes, peserta juga dipersilahkan mengisi survei kepuasan yang dilakukan secara terbuka,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.