Tajukflores.comPetrus Selestinus, Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), mendukung sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menantang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, untuk menghadap.

Menurutnya, tantangan Megawati kepada penyidik KPK Rossa Purbo Bekti harus dipandang sebagai bagian dari kritik sekaligus pendidikan politik yang menjadi salah satu tugas utama setiap partai politik.

Diketahui, Rossa merupakan penyidik perkara suap dengan tersangka Harun Masiku. Ia menyita ponsel Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto saat menjadi saksi kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menjerat Harun Masiku.

Petrus menegaskan bahwa tindakan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, yang diduga melanggar hukum dan hak asasi manusia sangat merugikan hak-hak Hasto dan Kusnadi sebagai warga negara yang sedang menjadi saksi.

“Sementara KPK sebagai organ negara memiliki kewajiban melindungi hak-hak saksi tetapi justru telah dilanggarnya,” kata Petrus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/7).

Petrus menambahkan bahwa salah satu amanat undang-undang partai politik adalah melaksanakan pendidikan politik. Dalam hal ini, Megawati memberikan pendidikan politik bagi kader partai, anggota partai, dan penyidik KPK tentang pentingnya melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara.

Kritik keras Megawati terhadap KPK juga dimaksudkan untuk menyadarkan penyidik KPK dan masyarakat tentang pentingnya melindungi hak-hak hukum yang dijamin oleh UUD 1945 dan undang-undang.

Petrus juga mengkritik kondisi KPK yang terpuruk akibat perilaku menyimpang sejumlah oknum penyidik dalam penanganan kasus korupsi tertentu.

Sebagai tokoh reformis yang melahirkan KPK, kata dia, Megawati merasa bertanggung jawab untuk mengingatkan dan mengoreksi KPK agar kembali ke kondisi idealnya.

Di sisi lain, tambah Petrus, KPK telah kehilangan independensinya karena intervensi politik yang diakibatkan oleh perubahan UU No. 19 Tahun 2019, yang membuka pintu bagi intervensi eksternal terhadap penyelidik, penyidik, dan penuntut umum KPK.

“Realitas kondisi KPK terpuruk inilah yang tidak diinginkan Ibu Megawati sebagai tokoh reformis yang melahirkan KPK dengan segala kedigdayaan dan kewibawaanya,” ungkap Petrus.

Menurut Petrus Selestinus, penanganan kasus dugaan korupsi Harun Masiku menjadi contoh buruk kinerja KPK, terutama menjelang akhir pemerintahan Presiden Jokowi.

KPK memanggil Hasto sebagai saksi pada 10 Juni 2024, meskipun kasus Harun Masiku telah mandek selama empat tahun. Hal ini menimbulkan dugaan adanya intervensi politik dalam penanganan kasus tersebut.

“Perilaku AKBP Rossa Purbo Bekti dkk, ketika memeriksa saksi Hasto, kemudian melebar secara liar dan menyasar ke Kusnadi Staf Hasto, dengan beberapa perilaku Rossa Purbo Bekti dkk, yang tidak pantas terhadap Hasto dan stafnya Kusnadi, diduga sebagai tindakan yang melanggar hukum, tidak profesional dan sewenang-wenang,” pungkas Petrus Selestinus.