Tajukflores.com – Menyusuri jejak sejarah kekatolikan di ujung barat Pulau Flores, kita akan menemukan sebuah gereja tua berusia 100 tahun di kampung Rekas, Desa Kempo, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.
Gereja Tua Rekas, bagian dari wilayah Keuskupan Ruteng, merupakan gereja tertua di Manggarai Barat dan hanya berjarak sekitar 1,5 jam berkendara dari Labuan Bajo.
Didirikan pada tahun 1925 oleh misionaris Jerman, Pater Franc Eickman SVD, Gereja Tua Paroki Rekas menjadi saksi sejarah awal masuknya agama Katolik di Manggarai Barat dan kemudian menjadi pusat misi penyebaran agama Katolik di wilayah barat Keuskupan Ruteng.
Berdasarkan sejarah inilah, Gereja Tua Rekas ditetapkan sebagai salah satu situs wisata religi pada tahun 2019 oleh Bupati Manggarai Barat saat itu.
Dengan dijadikannya Gereja Tua Rekas sebagai situs wisata religi, tempat ini menjadi lokasi ziarah umat Katolik, menjaga peran sakralnya dalam penyebaran agama Katolik di wilayah barat Keuskupan Ruteng.
Situs ini memberikan pengalaman spiritual dan sakral bagi para peziarah yang datang berkunjung.
Seiring dengan berkembangnya pariwisata minat khusus di Indonesia, wisata religi menjadi salah satu jenis wisata yang turut dikembangkan dengan menyesuaikan karakteristik masing-masing daerah.
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah mendorong dan menargetkan Pulau Flores menjadi destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia.
Pengembangan ini melibatkan kolaborasi seluruh pihak, termasuk otoritas dari empat wilayah Keuskupan: Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Maumere, Keuskupan Larantuka, Keuskupan Ruteng, dan satu Kevikepan Labuan Bajo. Kolaborasi aktif dengan Dinas Pariwisata di sembilan kabupaten di Pulau Flores, Komunitas Basis Umat, dan pelaku pariwisata juga sangat penting.
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, dalam kunjungannya bersama jajarannya ke kampung Rekas pada Sabtu dan Minggu (13-14/7), menyampaikan bahwa kunjungan tersebut bertujuan untuk melihat lebih jauh potensi wisata religi di Rekas agar dapat dikemas dan dikelola secara lebih maksimal.
“Kunjungan kami kali ini adalah untuk melihat secara lebih jauh mengenai potensi wisata religi yang ingin dikembangkan agar dapat dikemas dan dikelola dengan baik, dan yang sekaligus dapat kami dampingi. Saya yakin pasti orang muda Rekas memiliki kreativitas dan inovasi sendiri untuk mengembangkan potensi wilayah ini,” jelas Frans.
Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari “FGD Potensi dan Strategi Pengembangan Wisata Religi Katolik di Pulau Flores” yang telah dilaksanakan pada 05 Juli 2024, dihadiri oleh para pemangku kepentingan di wilayah Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Larantuka, Keuskupan Maumere, Keuskupan Ruteng, dan Dinas Pariwisata di sembilan kabupaten di Pulau Flores.
Kunjungan selama dua hari ini juga bertujuan menggali potensi ekonomi kreatif di sekitar Rekas yang mendukung industri kepariwisataan.
Frans juga menekankan bahwa pengembangan wisata religi harus menggali potensi religi dan aspek spiritual, serta mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.
“Masyarakat Flores mayoritas Katolik, sehingga Flores bisa menjadi tempat orang datang untuk mendapatkan pengalaman spiritual. Wisata religi ini tidak hanya dikembangkan pada aspek spiritualitas saja tetapi juga aspek ekonomi, di mana pengembangan ini harus berdampak dan bermuara bagi kesejahteraan masyarakat,” lanjut Frans.
Rekas dinilai telah memenuhi konsep Sadar Wisata yaitu Sapta Pesona: Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan. Konsep ini sangat penting ketika sebuah destinasi akan dikembangkan dan juga merupakan modal sosial untuk menarik orang datang dan tinggal lebih lama di Rekas.
Selain itu, penguatan narasi, penguatan SDM melalui berbagai pelatihan dan sertifikasi, pengembangan eco-homestay dan gastronomi juga bisa digali agar dapat melahirkan destinasi wisata dan event religi yang berkelanjutan.
Berbagai peningkatan dan pengembangan ini diharapkan dapat berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan masyarakat.
Pater Yeremias G. Bero, SVD, Pastor Paroki Gereja St. Maria Penghibur Orang Berduka Cita Rekas, menyampaikan bahwa saat ini paroki telah bekerja sama dengan beberapa donatur, terutama dari pelaku pariwisata, untuk merenovasi Gereja Tua Rekas.
Pater Yerem juga menyampaikan bahwa tahun depan, gereja ini akan merayakan ulang tahun yang ke-100 dan akan dijadikan situs cagar budaya.
“Gereja Tua ini juga nantinya akan dijadikan situs cagar budaya terutama karena usia gereja yang sudah hampir 100 tahun pada 2025. Kami berharap kawasan ini dapat dikembangkan sebagai spot pariwisata dan di sisi lain juga bisa mengembangkan industri kreatif bagi masyarakat, yang nantinya akan mendukung perekonomian masyarakat di sini,” jelas Pater Yerem.
Dalam kunjungan ini, BPOLBF juga melakukan pertemuan lintas komunitas bersama komunitas dari Paroki Rekas untuk memajukan pariwisata, khususnya wisata religi Katolik.
Adrianus Taur, pemilik UMKM Sari Toga, turut hadir dalam pertemuan ini dan berbagi pengalaman serta perkembangan usahanya.
“Ada begitu banyak program peningkatan kapasitas, baik yang diselenggarakan BPOLBF maupun dari Kementerian. Melalui program tersebut, kami mendapatkan banyak bimbingan untuk pengembangan produk kami. Kami juga dibantu untuk aktif dalam berbagai event sehingga produk kami semakin dikenal luas dan penjualan meningkat, seperti dalam minggu ini kami mendapatkan pesanan dari Malaysia,” ungkap Adrianus.
Selain Gereja Tua, Rekas juga memiliki sejarah pendidikan di Manggarai Barat dengan SDK Rekas 1, sekolah dasar yang didirikan pada tahun 1921 oleh misionaris Eropa.
Sekolah ini, dikelola oleh Yayasan Sukma Keuskupan Ruteng, telah berusia lebih dari seabad pada tahun 2024. Kampung Rekas juga memiliki banyak produk ekonomi kreatif seperti Gerabah Compang (kerajinan tangan dari tanah liat), tenun, anyaman topi Re’a, anyaman pandan, dan berbagai produk lainnya yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar Paroki Rekas.
Pasar tradisional Rekas, yang hanya dibuka setiap hari Rabu, menampilkan berbagai produk ekonomi kreatif serta hasil kekayaan alam seperti umbi-umbian, sayur-sayuran, buah, dan minuman khas tuak.
Potensi gastronomi Rekas juga menonjol dengan makanan khas seperti Songkol, berbahan dasar singkong parut yang dicampur dengan parutan kelapa dan dikukus dalam bambu menggunakan api kayu bakar.
Ada juga Bobo, masakan dari berbagai jenis daging atau ikan yang diolah dengan bumbu tradisional dan dimasukkan dalam bambu, didekatkan dengan bara api selama hampir empat jam. Produk olahan keripik dari ubi-ubian dan pisang juga menjadi andalan.
Dalam kunjungan ini, BPOLBF juga melakukan pelayanan koor dan liturgi di Paroki Gereja Katolik St. Maria Penghibur Orang Berduka Cita, Desa Rekas, pada Minggu (14/07/2024).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.