Tajukflores.com – Keri Lestari, pemerhati farmasi dari Universitas Padjajaran (UNPAD), menyoroti mahalnya harga obat dan alat kesehatan (alkes) di Indonesia. Menurutnya, salah satu penyebab utama adalah ketergantungan pada impor obat.

“Itu obat yang utuh dan bukan obat yang diproduksi di dalam negeri dengan bahan baku impor,” kata Keri Lestari dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (4/7).

Meskipun begitu, Keri mencatat bahwa pemerintah sudah menyediakan obat generik dengan harga yang lebih terjangkau, terutama untuk obat yang masuk dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Itu harganya jauh lebih murah kalau beli melalui e-katalog,” tambahnya.

Keri Lestari juga menekankan bahwa obat yang mahal biasanya adalah obat paten, yang wajar memiliki harga tinggi karena biaya riset yang besar.

“Itu juga dilakukan melalui berbagai macam regulasi yang ada,” ucapnya.

Ia juga membandingkan harga obat paten di Indonesia dengan negara lain, seperti Malaysia, yang lebih murah karena adanya kerjasama dengan principal obat di negara tersebut.

“Ini mungkin yang dilakukan pemerintah Malaysia, principal yang membuatnya, sehingga harganya di Malaysia jauh lebih murah,” katanya.

Keri menyarankan bahwa jika masyarakat tidak mampu membeli obat paten, mereka bisa membeli obat generik yang khasiatnya terjamin karena telah mendapat izin edar dari BPOM.

“Sebelum izin edar dikeluarkan BPOM, terlebih dahulu dilakukan riset untuk obat tersebut. Sehingga, khasiatnya tidak berbeda,” jelasnya.

Lebih lanjut, Keri menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam kerjasama dengan pabrik obat yang telah dilakukan selama 10 tahun terakhir.

“Kita itu sampai bikin pakta integritas, bikin kontrak dan lainnya. Jadi sebetulnya praktik-praktik seperti itu regulasi cukup menjaring,” katanya.

Namun, Keri menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat agar kerjasama didasarkan pada substansi, bukan pribadi. “Intinya seperti itu,” ujarnya.

Keri juga menyarankan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola harga obat di Indonesia, salah satunya dengan menetapkan 0 persen pajak obat.

“Itu sangat berarti mana kala harga dasarnya sudah sangat menurun,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa harga obat di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lebih mahal dari Malaysia, salah satunya karena inefisiensi perdagangan.

Pernyataan ini disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti rapat internal dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7). Rapat internal tersebut membahas tentang industri alat kesehatan dan obat-obatan.

“Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. 300 persen kan, 500 persen,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.