Jakarta – Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang.
Meskipun angka prevalensi perokok mengalami penurunan dari 9,1% pada tahun 2018 menjadi 7,4% pada tahun 2023, angka ini tetap memprihatinkan.
Kemenkes mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya angka perokok, terutama pada remaja. Data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti oleh usia 10-14 tahun (18,4%).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Eva Susanti, menyatakan bahwa remaja dan anak-anak menjadi target utama industri rokok. Hal ini terlihat dari gencarnya industri rokok memasarkan produknya melalui internet dan media sosial.
“Indonesia dihadapkan kepada bahaya pertumbuhan perokok aktif. Terutama pada anak remaja,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Eva Susanti, di Jakarta, Rabu (29/5).
Eva menyebut, kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan. Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019 menunjukkan, prevalensi perokok usia 13-15 tahun naik menjadi 19,2 persen.
Pemicu tumbuhnya perokok aktif di Indonesia tidak terlepas dari industri produk tembakau yang masif memasarkan produknya. Melalui jaringan internet, para produsen dengan bebasnya menyebar iklan produk rokok yang dilihat oleh anak dan remaja.
“Upaya pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai cara, di antaranya jangkauan merek multinasional, influencer. Topik yang sedang tren, popularitas, dan pengenalan merek tembakau serta nikotin di media sosial,” ujar Eva.
Tren Merokok Bergeser
Sebelumnya, Kemenkes mengungkapkan data terbaru terkait tren merokok di Indonesia, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Hasilnya menunjukkan bahwa rokok elektrik kini menjadi pilihan utama dibandingkan rokok konvensional.
Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS), terjadi peningkatan signifikan penggunaan rokok elektrik hingga 10 kali lipat. Dari 0,3 persen pada tahun sebelumnya, kini menjadi 3,0 persen.
Hal ini diperkuat dengan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menunjukkan peningkatan penggunaan rokok elektronik dari 0,06 persen menjadi 0,13 persen.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Eva Susanti, menyatakan kekhawatirannya terhadap pergeseran tren ini.
“Ada kemungkinan anak-anak mengalihkan penggunaan rokok konvensional kepada rokok elektronik,” ujarnya dalam media briefing ‘Hari Tanpa Tembakau Sedunia’ di Jakarta, Rabu (29/5).
Data SKI 2023 menunjukkan bahwa rentang usia perokok terbanyak di Indonesia adalah usia 15-19 tahun (56,5 persen) dan usia 10-14 tahun (18,4 persen). Hal ini menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak menjadi target utama industri rokok.
Selain itu, jumlah perokok dewasa di Indonesia juga kian bertambah sebanyak 8,8 juta orang. Hal ini tentunya menjadi perhatian serius bagi pemerintah, mengingat bahaya merokok bagi kesehatan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.