Jakarta – Organisasi Masyarakat pendukung Presiden Jokowi (Projo) memandang narasi dugaan kecurangan pemilu yang berembus belakangan ini dinilai bentuk, bentuk pengkhiatan terhadap kedaulatan rakyat. Narasi kecurangan pemilu muncul datang dari koalisi pengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, terutama Pilpres 2024.

Oleh karena itu, kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin pun berencana mengajukan hak angket di DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu itu.

Kubu Prabowo-Gibran yang saat ini unggul dalam perolehan suara sementara berdasar hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru berpandangan berbeda. Mereka menolak pembentukan hak angket.

Ketua Umum Projo cum Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pihak yang mengembuskan narasi kecurangan pemilu menempatkan rakyat sebagai pihak yang bodoh. Mereka, kata Budi berusaha membodohi rakyat supaya percaya begitu saja dengan narasi telah terjadi kecurangan dalam Pemilu 2024.

“Pemilihan Umum 2024 sebagai perwujudan kedaulatan rakyat sudah selesai. Rakyat sudah membuat keputusan sesuai hati nuraninya. Mari sama- sama kita hormati,” kata Budi Arie kepada wartawan, Sabtu (24/2).

Budi Arie lantas mengatakan rakyat Indonesia dan dunia internasional sudah melihat langsung bagaimana proses pencoblosan dan perhitungan suara di lebih dari 823 ribu TPS di seantero Indonesia.

Budi mengeklaim proses pencoblosan dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

Menurut Ketua Umum Projo ini, terdapat 8 juta lebih petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), belum termasuk petugas Bawaslu, observer, hingga media massa baik nasional maupun internasional mengawasi jalannya pemungutan suara.

“Media dan masyarakat menyaksikan secara langsung,” kata Budi.

Budi lantas mengingatkan masyarakat agar kritis terhadap segala kejadian di seputar pemilu, khususnya tudingan kecurangan Pemilu 2024.

Budi Arie mengungkapkan hasil Pilpres 2024 menunjukkan Prabowo-Gibran menang telak dari rival-rivalnya. Jarak kemenangannya 40 persen lebih.

Fakta itu menunjukkan, kata dia, Prabowo-Gibran memiliki mandat untuk memimpin pemerintahan 2024-2029. Ia kemudian menyinggung negosiasi dan lobi politik untuk masuk pemerintahan. Menurut dia, hal itu lumrah terjadi, termasuk dengan cara menyerang lewat isu kecurangan pemilu dan pengajuan hak angket di DPR.

Budi Arie mengatakan manuver politik elite juga kerap dilancarkan untuk menjustifikasi kekalahan dalam pemilu demi kepentingan internal kelompok atau parpol.

“Jadi, masyarakat jangan terkecoh dengan ulah elite politik. Bisa jadi, itu upaya dan usaha masuk koalisi di pemerintahan Prabowo-Gibran. Ayo, kita terus bekerja dan berkarya seperti sediakala, pemilu sudah selesai,” tutup Budi Arie Setiadi.

Wacana hak angket sendiri semula didorong Capres Ganjar Pranowo. Dia meminta partai pendukungnya membentuk hak angket untuk menyelediki dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif itu.

Sejumlah pihak termasuk pengamat sepakat dengan langkah Ganjar yang mengajak partai pengusungnya membentuk hak angket.

Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan lima tahun belakangan ini hak angket DPR itu tidak pernah dibicarakan sama sekali.

“Belum pernah ada inisiasi penggunaan hak-hak eksklusif DPR itu yang akhirnya berjalan,” kata Lucius.

Lucius mendukung penuh wacana mengajukan hak angket itu sepanjang beralasan guna menyelidiki dugaan kecurangan. Namun, Lucius meragu anggota DPR RI serta parpol di Senayan melakoni pemilu secara bermartabat. Lucius justru menduga parpol di DPR terkontaminasi dengan pemilu curang.