Tajukflores.com – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) menargetkan Pulau Flores sebagai destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia.
Untuk mencapai target tersebut, BPOLBF berkoordinasi dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di wilayah Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Larantuka, Keuskupan Maumere, Keuskupan Ruteng, Kevikepan Labuan Bajo, serta Dinas Pariwisata di sembilan kabupaten di Pulau Flores.
Koordinasi dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan secara virtual pada Jumat (5/7).
FGD ini membahas potensi dan strategi pengembangan wisata religi Katolik di Pulau Flores dengan tujuan menghasilkan gagasan dan aksi konkret untuk meningkatkan daya tarik wisata religi Katolik di Pulau Flores.
Selain berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan ini juga diharapkan memperkaya pengalaman spiritual para wisatawan.
FGD tersebut dirancang sebagai sarana lintas pemangku kepentingan untuk mengembangkan pusat-pusat aktivitas pariwisata religi, menciptakan model pengelolaan destinasi pariwisata religi, dan mempromosikan jalur wisata religi Katolik yang terintegrasi di Pulau Flores.
Selain itu, menyediakan travel pattern/peta perjalanan wisata ziarah religi Katolik, serta mengembangkan event atau festival religi berskala nasional dan internasional.
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, menyampaikan bahwa Pulau Flores memiliki potensi wisata religi yang sangat kuat, terutama karena sejarah dan warisan gereja Katolik serta inkulturasinya dengan budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
Pulau Flores memiliki lebih dari 2.710 gereja Katolik, biara tua dan bersejarah, situs Gua Maria, serta seminari-seminari yang mendukung warisan sejarah kekatolikan.
“Kita punya modal yang kuat, karena kita memiliki aset yakni potensi budaya dan religi yang sudah berkembang dan mengakar di Flores,” kata Frans Teguh saat FGD, dikutip dari keterangannya, Selasa (9/7).
“FGD ini BPOLBF selenggarakan agar seluruh pusat kekuatan kita, yang terwakilkan dari keuskupan-keuskupan yang ada di Pulau Flores ini bisa memberi energi, memberikan nilai spiritualitas dan di sisi lain terus merawat nilai konservasi, sosial budaya, dan juga kepariwisataan yang holistik,” imbuhnya.
Direktur Puspas Keuskupan Ruteng, RD. Marthin Chen, menyampaikan bahwa wisata religi adalah sesuatu yang sangat mungkin untuk didorong dan dikembangkan terutama di Pulau Flores.
“Pariwisata sejatinya adalah ziarah untuk mengendus jejak Allah dalam keindahan alam ciptaan dan suka cita perjumpaan manusia. Seluruh sejarah napak tilas dan aktivitas spiritual ini merupakan kekayaan spiritual Katolik yang bisa kita gali untuk mendukung pengembangan wisata religi ziarah Katolik dan membantu tiap peziarah menemukan jejak Allah dalam kehidupannya,” jelas Romo Marthin.
Pada kesempatan yang sama, RD Yakobus Donnisius Migo, Sekretaris Keuskupan Maumere sekaligus Direktur Politeknik Cristo Re Maumere; RD Eduardus Jebarus, Ketua Sekpas Keuskupan Larantuka; dan RD Rofinus Marius Muga, Staf Litbang Puspas Keuskupan Agung Ende juga turut menyampaikan potensi wisata Religi Katolik dari masing-masing keuskupan.
Potensi tersebut meliputi situs gereja tua, taman dan bukit doa, gua Maria, pusat devosi, rumah ret-ret, replika Kota Bethlehem, kamar Paus (Vatikan semalam), Tanjung Salib di Kajuwulu dan Watu Krus di Bola Maumere.
Selain itu event-event religi Katolik seperti Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, Festival Lembah Sanpio, Misa Reba di Ngada, Prosesi Semana Santa di Larantuka, Prosesi San Juan di Lebao Tengah, dan Pesta Ratu Rosari di Larantuka.
Kolaborasi berbagai pihak ini kedepannya juga diharapkan mendorong penciptaan event religi Katolik yang baru dengan karakter dan kekhasan daerah masing-masing yang memiliki pembeda satu dan yang lain dengan mengoptimalkan potensi-potensi lokal yang sudah ada.
Selain itu, penguatan narasi destinasi diperlukan untuk memperkaya literasi religi dan budaya, serta penguatan SDM melalui berbagai pelatihan dan sertifikasi. Menyiapkan masyarakat untuk pengembangan eco-homestay dan gastronomi juga penting.
Potensi lain yang bisa digali meliputi penciptaan event religi yang berkelanjutan, sehingga aktivitas ziarah pengunjung dapat berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian daerah. Peningkatan okupansi hotel maupun homestay, pengeluaran untuk makan dan minum, belanja oleh-oleh, serta penyelenggaraan kegiatan sosial masyarakat juga akan meningkat.
Merangkum berbagai masukan FGD, Kepala Divisi Komunikasi Publik BPOLBF, Sisilia Jemana, menyampaikan bahwa BPOLBF dan Kemenparekraf saat ini mendorong dan menargetkan Pulau Flores menjadi destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, kata Sisilia, BPOLBF akan segera menyusun Peta Perjalanan dan Calendar of Event (CoE) Wisata Religi Katolik Pulau Flores.
Berkoordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari Dinas Pariwisata, Keuskupan, dan seluruh pihak terkait lainnya, Sisilia berharap dapat semakin menguatkan branding Pulau Flores sebagai destinasi wisata religi Katolik dan menciptakan ekosistem pariwisata berkelanjutan.
“Bersama-sama kita garap potensi yang ada dan kita perkuat branding Pulau Flores sebagai destinasi utama wisata religi Katolik di Indonesia. Kita gali seluruh potensi yang ada untuk dikembangkan” katanya.
“Kami berharap ini dapat semakin memperkuat branding Pulau Flores sebagai destinasi utama bagi para peziarah yang ingin melakukan perjalanan spiritual Katolik. Melalui kolaborasi dan sinergi, kita pasti bisa,” imbuh Sisilia.
Masukan dari berbagai pihak diharapkan dapat memperkaya gagasan untuk mendukung pengembangan pariwisata religi Katolik di Pulau Flores, yang diyakini akan merawat kekhasan budaya religi dan spiritualitas Katolik di Pulau Flores.
Ini akan mengajak para pengunjung untuk datang dan mengalami pengalaman spiritual Katolik Pulau Flores, dengan harapan mereka akan datang lagi untuk menikmati pengalaman spiritual yang sama.
Forum juga menyepakati untuk ke depannya bersama-sama menyiapkan dokumen Renstra dan Grand Design pengembangan destinasi wisata religi kultural dan ekologis yang terintegrasi seluruh daratan Flores sebagai instrumen kebijakan.
Ini akan menguatkan rencana pengembangan di level Pemerintah Daerah dan Gereja dengan perannya masing-masing, sehingga tidak mendegradasi nilai atau value spiritual untuk kepentingan pariwisata.
FGD ini diikuti oleh 58 peserta yang terdiri dari perwakilan dinas pariwisata di Pulau Flores, akademisi, peneliti, antropolog, dan pegiat wisata di Pulau Flores. FGD ini juga dimoderatori oleh Marselus Pahun, Ketua Perhimpunan Wartawan Manggarai Barat.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.