Tajukflores.com – Calon Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Sebastian Salang menyerukan kepada para pemilih NTT untuk memilih pemimpin berdasarkan kualitas, bukan berdasarkan suku, agama, atau kelompok tertentu.

Sebastian Salang menekankan bahwa kriteria utama dalam memilih pemimpin adalah punya rekam jejak yang bagus, kemampuan untuk membawa kemajuan bagi daerah, kompetensi dalam menangani tanggung jawab jabatan, integritas, dan komitmen untuk memimpin daerah.

“Sebaiknya jangan melihat dari suku mana dari agama mana, dari kelompok mana. Cara pandang kita kalau mau cari pemimpin itu yang pertama, pemimpin yang maju itu pertama, punya rekam jejak yang bagus atau tidak,” kata Sebastian Salang dalam wawancaranya di YouTube Suluh Media, dikutip Tajukflores.com, Jumat (7/6).

Hal ini disampaikan Sebastian Salang merespon isu tidak adanya calon gubernur dari wilayah Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) yang maju di Pilgub NTT 2024 sebagai kandidat gubernur.

Paradoksnya, Manggarai Raya, dengan hampir 600.000 pemilih atau hampir 60% dari total satu juta lebih pemilih di Pulau Flores, tidak memiliki satupun kandidat yang maju sebagai calon gubernur.

Sepanjang sejarah pemilihan langsung, belum pernah ada gubernur atau wakil gubernur dari Manggarai Raya.

Satu-satunya pemimpin Manggarai yang pernah menjabat sebagai gubernur adalah Ben Mboy, tetapi ia dipilih melalui sistem demokrasi tidak langsung.

Sebastian Salang sendiri, yang berasal dari Manggarai, berpasangan dengan Orias Petrus Moedak sebagai calon gubernur di Pilgub NTT 2024.

Orias merupakan mantan Direktur Keuangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan mantan Wakil Direktur Utama PT Freeport Indonesia. PT Inalum (Persero). Dia berasal dari Kupang, Pulau Timor.

Pasangan yang dikenal dengan sebutan paket OASE ini membawa tagline “Jangan Mencuri”, untuk visi NTT Sukse dan Sejahtera.

Lebih lanjut, Sebastian Salang memperingatkan tentang jebakan politik berbasis identitas, memperingatkan bahwa hal ini dapat mengarah pada pemilihan individu yang mungkin tidak memiliki kualifikasi atau dedikasi yang diperlukan untuk melayani kepentingan masyarakat NTT secara efektif.

“Jadi latar belakang suku, agama itu sebaiknya tidak dieksploitasi, dalam politik elektoral itu tidak baik,” imbuhnya.

Dia menekankan bahwa para pemimpin harus mewakili seluruh populasi, terlepas dari latar belakang mereka, dan memprioritaskan kesejahteraan semua warga NTT.

“Karena kalau itu dijadikan sebagai dasar utama, maka ada beberapa hal yang diabaikan. Jangan karena pemilih Flores misalnya, jumlahnya sekian, maka harus orang Flores. Padahal yang Flores ini bermasalah, misalnya,” kata pendiri Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) ini.

“Atau yang (pemilih) Timor karena Timor mayoritas, kan enggak juga. Jadi kita pilih pemimpin, bukan kepala suku,” pungkas Sebastian.