Ruteng – Suasana Pilkada Manggarai Barat dan Manggarai 2024 semakin memanas dengan munculnya seruan ‘ganti bupati’ dari para pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati.

Di Manggarai Barat, pasangan calon nomor urut 1, Mario Pranda dan Richard Sontani (Mario-Richard), mendapatkan sambutan hangat dari warga Desa Lewur, Kecamatan Kuwus, pada Kamis (3/10) malam, dengan teriakan “ganti bupati” menggema dari masyarakat yang antusias menyambut mereka.

Kehadiran Mario-Richard di dua lokasi, yakni Kampung Lewur dan Kampung Suka, disambut meriah oleh warga dan relawan. Di Kampung Suka, Richard Sontani diterima secara adat melalui prosesi Wuat Wa’i sebagai simbol dukungan penuh.

Hubungan darah Richard dengan warga Kampung Suka mempererat ikatan emosional, membuat dukungan terasa semakin kuat.

Fransiskus Jehula, Ketua Koordinator Kecamatan Kuwus, mengatakan bahwa dukungan dari masyarakat sangat tulus dan kuat.

“Antusiasme dari akar rumput luar biasa, terutama karena Pak Richard memiliki hubungan erat dengan Kampung Suka,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa tim relawan telah bekerja keras di seluruh wilayah untuk memenangkan pasangan Mario-Richard dalam Pilkada 2024.

Di Kabupaten Manggarai, suasana serupa terjadi saat pengundian nomor urut pasangan calon bupati dan wakil bupati yang digelar di Manggarai Convention Center (MCC), Ruteng, pada Senin (23/9). Pendukung masing-masing calon saling melempar yel-yel dalam suasana yang memanas.

Saat pasangan petahana, Heribertus Nabit dan Fabianus Abu (Hery-Fabi), mendapatkan nomor urut 2, pendukungnya langsung menyambut dengan sorakan riuh dan lambang dua jari.

Namun, pendukung pasangan lawan, Maksi-Ronal, yang berada di sisi lain ruangan, segera meneriakkan “Ganti bupati gagal!” yang memancing balasan dari kubu Hery-Fabi dengan teriakan “Dua periode!”

Ketegangan semakin meningkat ketika istri Heribertus Nabit, Meldianti Hagur, menghampiri pendukung Maksi-Ronal dengan klaim suaminya ditakdirkan untuk dua periode.

Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Yohanes Jimmy Nami, menilai bahwa fenomena ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

Menurutnya, Pilkada adalah ruang reflektif bagi masyarakat untuk mengevaluasi kepemimpinan daerah.

“Wajar jika ada seruan untuk mengganti kepala daerah atau mendorong sirkulasi elit. Pilkada adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menilai kepemimpinan yang ada,” ujarnya kepada Tajukflores.com, Senin (7/10) malam.

Jimmy menekankan bahwa Pilkada seharusnya tidak hanya dipandang sebagai rutinitas demokrasi, tetapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemilihan pemimpin yang berkualitas.

“Kepala daerah yang telah bekerja maksimal akan dinilai secara positif, sedangkan yang belum maksimal akan dievaluasi melalui Pilkada,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya peran elit politik dalam mengedukasi masyarakat selama Pilkada. Dengan demikian, suasana kontestasi akan tetap kondusif dan masyarakat lebih peduli terhadap kemajuan daerah.

“Masyarakat harus lebih peduli terhadap masa depan daerah dengan menjalankan hak politik mereka secara bijak, menciptakan suasana Pilkada yang kondusif untuk kemajuan bersama,” tutup Jimmy.