Kupang – Menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), hasil survei terbaru yang dirilis oleh Indikator menunjukkan bahwa politikus PDIP Yohanis Fransiskus Lema, yang akrab disapa Ansy Lema, menjadi calon yang paling banyak disebut oleh masyarakat, dengan persentase dukungan sebesar 20,4%.

Di posisi kedua, ada Emanuel Melkiades Laka Lena dengan 16,4%, diikuti oleh Simon Petrus Kamlasi dengan 14,4%. Sementara itu, sebanyak 39,2% responden belum menentukan pilihan.

Survei ini dilaksanakan pada periode 28 September hingga 5 Oktober 2024, dengan tujuan memotret peluang para calon yang akan berlaga di Pilgub NTT 2024.

Nama-nama yang diambil dalam survei ini adalah mereka yang sudah dikenal publik dan sering diperbincangkan menjelang kontestasi politik tersebut.

Pada simulasi yang melibatkan tiga pasangan calon, pasangan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto unggul dengan dukungan 36,6%.

Di posisi kedua adalah pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma dengan 27,4%, sementara pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu mendapatkan 23,9%.

Hanya 0,3% responden yang menyatakan memilih golput, sementara 11,8% lainnya masih merupakan pemilih mengambang.

“Popularitas merupakan hal mendasar dalam politik elektoral. Tidak mungkin dipilih jika tidak dikenal. Namun, popularitas saja tidak cukup, citra personal calon juga harus positif agar mendapatkan dukungan yang maksimal,” kata Indikator dalam keterangannya yang dikutip Tajukflores.com, Rabu (9/10).

Dari sisi popularitas, Emanuel Melkiades Laka Lena mencatat angka tertinggi dengan 55,2%, diikuti oleh Yohanis Fransiskus Lema dengan 51,5%. Simon Petrus Kamlasi memiliki popularitas sebesar 34,2%, diikuti Jane Natalia Suryanto (34%), Johni Asadoma (27,5%), dan Adrianus Garu (22,5%).

Survei Indikator juga mencatat bahwa meski pasangan Yohanis Fransiskus Lema – Jane Natalia Suryanto unggul signifikan, jarak elektoral dengan pesaing utamanya masih tergolong sempit, dengan waktu kurang dari dua bulan menuju Pilgub NTT pada November 2024.

“Dinamika elektoral masih sangat mungkin berubah, terutama karena beberapa kandidat belum dikenal secara optimal oleh masyarakat. Kandidat yang berhasil memperluas jangkauan pemilih dalam sisa waktu ini memiliki peluang besar untuk memenangkan pilkada,” tulis Indikator.